Sunday 21 June 2020

Bookspirasi : Spiritualisme Kritis pada Bilangan Fu




     1 : a = 1 x a = 1; dan a bukan 1. Bilangan apakah a?


Dalam novel ini, formula tersebut dijabarkan secara filosofis melalui pergulatan batin seorang pemanjat tebing bernama Sandi Yuda yang mendapatkan bisikan bilangan mistis dari makhluk bulsebul (manusia-serigala-jantan-betina) yang kerapkali datang dalam mimpinya.

Spiritualisme kritis menjadi inti sel dari buku ini, yakni sikap spiritual yang tidak bertolak belakang dengan nalar kritis. Pemikiran ini dijewantahkan penulis secara dialogis dalam kisah persahabatan Yuda yang modernis dengan seorang ahli geologi yang humanis bernama Parang jati, sehabat sekaligus rival dari kebiasaan bertaruhnya.

Yuda tak pernah membayangkan kalau suatu saat, sedikit demi sedikit Jati membawanya pada misteri dan alam pikiran tak berujung yang mulai mempengaruhi paradigma dan kehidupannya. Dipacu oleh kasus-kasus ganjil, seperti hilangnya mayat dari kubur, pembunuhan guru ngaji hingga kemunculan pasukan ninja juga manusia sirkus aneh mengantarkan mereka dari teka-teki yang satu ke teka-teki yang lain.

Tuesday 28 April 2020

[La Casa de Papel] - Kebucinan dalam Barisan Perlawanan




     Sudah berabad-abad lamanya, dari zaman Robinhood sampai Hamza Bendelladj meretas ratusan bank, kejahatan seperti perampokan dan pencurian tidak selalu mendapat citra yang buruk di mata kita. Terkadang tindak kriminal dapat menarik hati publik ketika dibungkus dengan alur cerita yang heroik dan penuh romantika. Sedari kecil kita pun mungkin senang dengan kartunnya Aladdin dan serial Thief of Baghdad yang latar belakang tokohnya bukanlah seorang pahlawan melainkan pencuri.

    Selama pandemi ini, saya melihat banyak kawan-kawan di jagat maya mulai mengikuti serial Netflix “Money Heist” yang memang lagi populer. Sebelumnya serial ini ditayangkan oleh Antena 3, salah satu stasiun TV di Spanyol, dengan judul originalnya yaitu La Casa de Papel, yang sebenarnya jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi House of Paper. Namun karena Netflix sudah pernah meluncurkan film House of Cards, (mungkin biar gak sama) maka La Casa de Papel diganti menjadi Money Heist sebagai judul mancanegaranya. Mungkin kayak “Perempuan Tanah Jahanam”nya Joko Anwar yang berganti judul mancanegara menjadi “Impetigore”.

    Bagi yang belum menonton, La Casa de Papel bercerita tentang sekelompok geng yang melakukan aksi perampokan yang cerdik dan tak lazim di sebuah pabrik percetakan uang di Spanyol (Royal Mint of Spain). Sebelum melakukan aksi tersebut, mereka telah belajar berbulan-bulan dalam mempersiapkan berbagai strategi untuk segala kemungkinan yang akan terjadi selama perampokan.

Sunday 23 June 2019

Bookspirasi : Tiba Sebelum Berangkat, Luka Liku Si Gender ke Lima



Saya telah salah pilih bacaan saat bulan Ramadhan. Ada beberapa adegan yang mudah mudahan tidak membuat puasa jadi makruh. Gambaran awal cerita cukup filmis dan menegangkan. Novel ini sama sekali tidak se-kawaii covernya.

Tokoh utamanya adalah Mapata (juga dipanggil Laela), seorang tawanan yang disekap oleh sebuah organisasi gelap penjual organ tubuh manusia, telah menerima berbagai macam siksaan selama proses interogasi, dari penisnya yang ditindih dengan kaki kursi, jemarinya yang dipatahkan satu per satu hingga lidahnya yang dipotong dengan bilah bambu. Awalnya semua itu tak membuatnya gentar.

Kau tidak akan mampu membunuhku selain dengan membuatku berhenti bernyawa, dan itu ..... itu bahkan tidak mampu menghentikanku tertawa, malah seperti dipijit.

Namun beda cerita ketika orang terdekatnya ikut terlibat. Akhirnya ia menyerah dan mulai bercerita melalui tulisan kepada Ali Baba, ketua dari Organisasi tersebut. Catatan demi catatan yang Pata tulis mulai mengungkapkan semua peristiwa kelam yang beririsan dengan masa lalu Pata sebagai seorang Bissu.

Thursday 23 May 2019

Sepenggal Memori : Selamat jalan Gurunda


Subuh ini saya melihat lini masa dipenuhi berita duka atas berpulangnya salah satu Ulama terbaik negeri ini ke rahmatullah.

Beliau banyak dikagumi dan dibicarakan oleh kawan kawan saya semasa kuliah dulu, terutama kawan kawan yang tinggal di sekitar pemukiman az-zikra. Saya juga pernah sekali berbicara langsung dengan beliau, sayangnya itu adalah pengalaman yang kurang mengenakkan buat saya.

***
Waktu itu saya diberi misi oleh seorang Imam Andalusia untuk mengantarkan surat undangan khatib jum'at ke Beliau.  Katanya ”harus berhasil”. Wassem, mendengar itu saya pesimis duluan, wong siapa saya. "Justru seharusnya sesama Imam yang mengundang Imam", batinku. Namun karena sudah diberi amanah apa boleh buat, setidaknya surat itu harus sampai ke tangan Beliau.

Saturday 9 February 2019

Bookspirasi : Cewek baik masuk surga, cewek bandel “Gentayangan”


         Gentayangan adalah buku pertama dengan format "Choose Your Own Adventure" yang saya baca. Mungkin penggemar serial petualangan karya Edward Packard di era 90-an tidak asing lagi dengan bacaan seperti ini, di mana kita disuguhkan berbagai macam pilihan pada cerita dan setiap pilihan akan menentukan arah perjalanan cerita yang berbeda beda. Judul Novel ini agak mirip dengan acara TV “Uka-uka” waktu zaman saya SD dulu, namun buku ini tak sehorror judulnya. Saya sendiri juga agak bingung ini mau diklasifikasikan ke genre apa, apakah petualangan, detektif, misteri atau apa. Ahhhh bodo amat, kita nikmati saja dulu (Dasar manusia hobinya mengotak-otakkan).

Tokoh utama pada novel ini adalah "Kau", seorang perempuan kosmopolitan yang menjalin hubungan asmara dengan Iblis, kekasih romantis yang cintanya selalu datang bersama kekejian. Pada suatu ketika ia memberi hadiah sebuah sepatu yang membawamu _ tokoh cerita _ ke berbagai tempat di penjuru dunia, mencicipi pengalaman unik, absurd dan tak kau bayangkan sebelumnya.

Kuperingatkan dirimu, sepatu ini adalah sepatu terkutuk. Kau terkutuk untuk bertualang, atau lebih tepatnya gentayangan. Bernaung, tapi tak berumah. Di tempat kau berasal, hantu gentayangan cuma bisa beristirahat dengan tenang setelah dukun merapal mantra atau kiai berkomat kamit membaca Al-fatihah. Biarlah kutegaskan bahwa di sini tak ada dukun atau kiai yang terlibat, sebab ini permainanku, dan aku juga terkutuk.
Tapi mungkin ini sesuai dengan keinginanmu. Tiket sekali jalan. Dalam perjalananmu, kau akan mendengar banyak cerita, dan kau akan memungut hadiah. Satu hadiah untuk satu cerita, begitu kira-kira. Kau boleh memilih hadiah, juga jalan cerita sesuai keinginanmu. (Iblis Kekasih, hlm. 7-8)

Tuesday 30 May 2017

La Garetta' #11 [Masih Di Balik Jeruji]

Bagitu gaduh penjara hari itu. Tahanan kelas bawah datang menyusup ke jeruji sebrang demi menemui tersangka kasus pencabulan yang mereka dengar dari desas-desus. Melihat semua mata melirik Ilo’, kini para tahanan itu berkumpul mengelilinginya. Kepala sipir mulai komat kamit memanggil bantuan melalui walkie talkie. Ilo’ kebingungan sementara dua teman ngobrolnya khawatir tak bisa melakukan apapun.

Di tengah kerumunan massa berotot kekar itu,  ada satu orang yang tiba tiba melangkah maju ke depan ilo’ dengan memegang sebuah alat yang bentuknya mirip pistol. Ilo pun semakin cemas tatkala alat itu diarahkan ke badannya.

“Bang, bisa minta tanda tangan di punggung saya gak? Pake ini.!”, sambil menyerahkan benda itu. Barulah ilo’ tahu kalau yang diserahkan kepadanya adalah sebuah alat jarum tatto. Nampaknya lelaki itu adalah big Boss dari jeruji sebelah. Semua tahanan mengikutinya. Dan beruntungnya ia adalah salah satu fans berat ilo’ semenjak terjun di dunia kriminal.

Thursday 2 February 2017

La Garetta' #10 [Di Balik Jeruji]

        Sudah seminggu Ilo’ mendekam di penjara pasca tuduhan kasus asusila tersebut. Meskipun statusnya masih tersangka dan diizinkan untuk beraktivitas di luar seperti biasanya, baginya sama saja, mau di mana pun semuanya seperti penjara. Gerak nya semakin terbatas. Di mana-mana banyak mata. fans dan pers sama sama mengintai. Bersiap untuk menghujani nya dengan berbagai pertanyaan. Cape' Deh.

Dalam keadaan seperti ini, mungkin penjara memang tempat yang lebih baik untuknya menikmati kesunyian dan menjalani perenungan. Ia melihat bahwa sejarah telah mencatat sejumlah mutiara mutiara yang bersinar di balik jeruji. Seperti Nelson Mandella yang dibalik penjara sempat menulis karya berjudul "Conversation with Myself". Bung Hatta menulis "Indonesia Vrij". Ada juga Pram dengan tetralogi Pulau Buru nya. Hamka dengan Tafsir al-Azhar nya. Ibnu Taymiyah dengan Majmu' Fatawa. atau Sayd Quthb dengan Tafsir Fi Zilal al-Qur'an dan Ma'alim fi al-Thariq.  Ilo’ sempat berpikir mungkin dia juga harus menulis karya seperti mereka. Tapi menulis apa? dan untuk apa?. Biar abadi? biar dikenal dan dikenang?. Toh, Ia sudah terkenal. Dan ia juga tak perlu menulis untuk dikenang, sebab dialah sang objek yang ditulis. Para jurnalis sudah beberapa kali menulis tentang dirinya di kolom kolom media. Para penulis sudah banyak menulis buku biografi tentangnya. “Jadi Untuk apa?” alasan itu tak ia temukan. Namun andaikan ada alasan yang paling logis untuknya menulis, mungkin adalah “untuk siapa?”. Ya. Tapi untuk siapa?.