Tuesday, 23 November 2010

TEROR KHANZAB

       Suara muazin nan merdu menggema di daerah perbukitan botto mallangga, diiringi gerakan sang surya yang perlahan tapi pasti menuju ke ufuk barat, menandakan masuknya waktu sholat ashar. Akupun masih terlelap pulas di atas pembaringan, dimanja oleh empuknya kasur yang ku susun tiga lapis, hawa sejuk hutan yang masuk lewat jendela kamarku, serta rasa lelah usai menampung banyaknya pengetahuan dari kelas. Benar-beanar kombinasi sempurna yang membuat tidur siangku terasa seabad lamanya. Akibatnya, aku masbuq sholat ashar berjamaah,hangus sudah 27 kali lipat pahala yang disediakan oleh Allah Sang Pemurah untukku. Ku putuskan untuk sholat di teras samping kanan mesjid. Ketika jamaah selesai, aku pun memulai, dan................................

"Allahu akbar "
Kalimat takbiratul ihram terucap melalui lisan.
Di dalam qalbu surah al-fatihah ku lantunkan.
Namun rayuan setan khanzab berdatangan.
Membisikkan sms yang belum dapat balasan.
Serta panggilan handphone tanpa jawaban.
Semua problema kehidupan, terlintas dalam ingatan.
Pengalaman kemarin bermunculan tanpa undangan.
Menggambarkan aneka fantasi hayalan.
Bak film Taiwan yang jadi tontonan.
"Allahu akbar"

PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA



“A tribute to mba’ Raba’ de ka ka”

Kata ini hanya terdiri dari enam huruf, namun cukup ampuh untuk mengingatkanku pada suatu tempat di mana pertama kalinya aku berkenalan dengan budaya antri. Apalagi kalau bukan KANTIN (math’am), tempat para santri santri memuaskan lambung mereka yang sedang demo meminta haknya. Di tempat ini pulalah aku mengenal sosok wanita-wanita perkasa yang hampir seluruh seluruh waktunya dalam sehari ia korbankan demi anak-anak titipan orang tua yang sudah bosan atau mungkin tak sanggup lagi merawat anaknya. Betapa tidak .....!!! di saat jarum pendek menunjukkan pukul 4 subuh, ia sudah menyalakan kompor walau kantuk masih menggoda matanya.  Jam 6 pagi ia sudah siap membagi lauk ala kadarnya. telur transparan, telur dadar setipis kertas, lauk yang sering dikeluhkan oleh para anak manja yang lidahnya belum pernah mengecap lezatnya pengorbanan, keikhlasan dan kasih sayang pada makanan tersebut. Mungkin mereka belum tahu bumbu rahasia yang melezatkan segala makanan. yaitu rasa syukur dan kebersamaan.

Ketika sarapan pagi telah usai, ia langsung membersihkan sisa-sisa makanan santri bandel yang berhamburan menghiasi meja dan lantai, mengepelnya hingga kinclong agar kami merasa nyaman saat makan. Setelah itu,