Syahdan,
Nabi Isa AS. pernah melihat seorang lelaki mencuri. Ketika Sang Nabi bertanya,
“Apakah engkau mencuri?”. Lelaki itu menjawab “Tidak! Demi Allah yang tiada
Tuhan melainkan Dia!”. Maka Sang Nabi pun langsung percaya pada pria itu dan
mendustakan apa yang telah ia lihat.[1]
Kalimat
sumpah “Demi Allah”, sudah berabad abad menjadi kalimat sakral yang memiliki
otoritas kebenaran atas sebuah pernyataan. Sumpah ini sering diungkapkan dengan
lafaz Wallahi, Tallahi, Billahi atau
bisa juga dengan menyandingkan kata sumpah dengan asma ataupun sifat Allah
seperti “Demi Arrahman” atau “Demi
Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya”.
Di
bumi Rahmatul Asri, kesakralan “Wallahi” juga berlaku. Ketika sebuah berita ataupun pernyataan tidak
memiliki bukti yang cukup, maka dengan mengucapkan Wallahi, pernyataan tersebut seolah telah mendapat sertifikat
kebenaran untuk meyakinkan semua orang. Hal ini juga berarti orang yang
bersumpah siap mengambil resiko atas apa yang ia sumpahkan. Entah itu kualat maupun
kafarat.