Pagi itu, penulis kehabisan inspirasi. Seperti biasa, titik jenuh dan ide buntu kumat lagi. Iseng-iseng, ia menyetel radio di hapenya. Siapa tau dapat suara cewek cakep. Eh tau-tau, suara bapak-bapak. Hufthh, but its okay. Radio Fajri Pada frekuensi 93,7 FM, menemani si penulis. Baru beberapa detik mendengarkan, tiba-tiba bohlam inspirasi menyala. Eng ing eng, kayanya materi ini pas buanget untuk lembar kali ini.
Pada acaranya, penyiar sedikit bercuap-cuap tentang sejarah kelam perempuan di masa lalu. Katanya sih, di yunani kuno. Kaum wanita layaknya barang dagangan yang diperjualbelikan. Mereka di jadikan budak dan juga dianggap najis.
Adapun di tanah Arab, nasib perempuan tak kalah memilukannya.
Mereka tak memiliki hak waris. Malahan mereka yang dijadikan warisan. Setelah suaminya meninggal, si istri akan diwariskan untuk anak tertua dari suamnya. Selain itu, memiliki anak perempuan dianggap aib bagi masyarakat arab. Sehingga tak jarang, jika ada bayi perempuan yangb aru lahir, mereka akan segera dikubur hidup-hidup.
Kalau di india lain lagi, Kaum wanita tak memiliki hak hidup setelah kemaian suaminya. Jika suaminya meninggal mau tak mau mereka harus dibakar hidup-hidup. (#sadis dan tragis, benar-benar cinta sehidup semati).
”Wanita dijajah pria sejak dulu,
dijadikan perhiasan sangkar madu,
namun ada kala pria tak berdaya,
tekuk lutut di sudut kerling wanita”.
(Sepenggal lirik lagu lawas berjudul Sabda Alam)
Nice info from fajri FM. Hm, bagaimana? ada yang mau kembali ke masa lalu?. Maka sepetutunya kita bersyukur dilahirkan pada zaman di mana hak—hak mulai diperhatikan.
Zaman memang telah berubah. Paradigma tentang kehinaan kaum perempuan terkikis sedikit-demi sedikit dengan munculnya para tokoh-tokoh yang memperjuangkannya.
Tanah Arab yang dulunya sangat mengagap aib kaum wanita, tiba-tiba berubah pandangan 180°. Setelah kedatangan ajaran Nabi Muhammad SAW. Wanita dipandang mulia dan Memperoleh hak persamaan derajat sesuai dengan kodrat masing-masing. “Ibumu. Ibumu. Ibumu. Bapakmu.” Bahkan derajat seorang ibu tiga kali dibandingkan seorang bapak. Di dalam Al-Qur’an mereka juga dimuliakan dengan tercantumnya surah an-nisa serta surat maryam.
Seperti ulat jijik yang berubah menjadi kupu-kupu. Hak asasi kaum perempuan telah bermetamorfosis dari zaman ke zaman. Mereka yang dulunya dianggap hina dina sekarang sudah memperoleh posisi di mata setiap orang. Tidak harus lagi bersembunyi dalam sarung kepompong. Mereka sudah bisa bergerak terbang menghirup kebebasan. Sudah hampir tak ada lagi hukum-hukum pemerintahan yang mendiskriminasikan hak-hak mereka.
Namun ada yang aneh pada kupu-kupu yang satu ini. Saking asik terbangnya dia tak lagi merasakan kalau dia terlalu jauh dari asal dan kodratnya. Terlalu senang dengan kebebasan sehingga lupa batasan. Akhirnya dia menjadi incaran para pemburu kolektor. Di tangkap, Diawetkan kemudian jadi pajangan.
Mungkin seperti itu sebagian generasi sekarang. Terbawa arus trend modern tanpa memperhatikan batas-batas kesopanan.Larut dalam kebebasan berekspresi. Lupa batasan pribadi. Hingga hilangnya harga diri.
Coba ingat betapa susahnya para pendahulu berjuang agar hak-hak wanita bisa bermetamorfosis ke bentuk yang lebih baik. Lumpur-lumpur kehinaan yang melekat pada harga diri tak semudah itu dibersihkan. Untuk mencuci noda-noda kehinaan, Mereka harus menggunakan cairan perjuangan yang menyakitkan. Keringat, darah dan air mata. Jangan biarkan metamorfosis tersebut sia-sia hanya karena keinginanan nafsu semata.