Perwujudan Nilai-nilai Profetik pada Laporan Keuangan Perusahaan
Oleh
Ilham Mansur
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ISLAM TAZKIA
(Juara 2 Essay National Competition pada Pekan Ilmiah Akuntansi XVI)
Memasuki abad 21, Good
Corporate Governance telah menjadi falsafah baru dalam penyelenggaraan perusahaan. Prinsip-prinsip serta nilai-nilainya telah banyak diadopsi oleh beberapa perusahaan
di Negara-negara maju. Di Indonesia sendiri, Konsep GCG diperkenalkan oleh pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund dalam rangka pemulihan ekonomi pasca krisis.
Secara konseptual,
Good Corporate Governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian
internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola resiko
yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan
asset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.[1]
Beberapa Negara seperti Amerika Serikat, negara-negara di Eropa serta negara-negara
Asia-pasifik, yang tergabung dalam
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), bahkan sebelumnya telah mengembangkan prinsip-prinsip corporate governance pada bulan April 1998 yang di sebutdengan
The OECD Principles of Corporate
Governance.Adapun di Indonesia Prinsip-prisip GCG jugatertuangdalampasal 3
surat keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/ 2002 tanggal 31
juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN yaitu ,transparansi, pengungkapan, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban,
dan kewajaran.[2]
Di kebanyakan negara berkembang,
perhatian utama terhadap Good Corporate Governance adalah maraknya kasus manipulasi serta korupsi yang cenderung menjadi karakter tipikal yang
melekat. Bahkan di beberapa negara, terbukti bahwa budaya korupsi, kolusi dan nepotisme telah begitu melekat di dalam birokrasi pemerintah maupun perusahaan
yang justru ditandai oleh kelangkaan sumber daya.
Dalam konteks tersebut, absennya transparansi dan akuntabilitas menjadi faktor
masuknya berbagai tindak-tanduk kecurangan pada perusahaan.Salah satu sektor yang
paling rawan dijangkiti kecurangan ada pada pengelolaan keuangan (financial
fraud) yaitu dengan sengaja memanipulasi proses akuntansi dengan menyingkronkan
keputusan-keputusan user mengenai informasi akuntansi serta manipulasi yang dilakukan untuk menimbulkan
misrepresentasi. Transparansi dan akuntabilitas juga mempengaruhi integritas dan kredibilitas sebuah perusahaan dimata publik terutama pihak yang memiliki kepentingan seperti para pemegang saham, calon investor,pemerintah serta pihak-pihak eksternal lainnya.
Dari sinilah, peningkatan transparansi dan akuntabilitas menjadi kebutuhan yang sangat penting dan mendesak serta tak bisa ditawar-tawar lagi bagi setiap perusahaan
yang ingin memperluas ekspansi perusahaannya.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam nilai-nilai profetik.
Pada dasarnya, istilah transparansi merupakan keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang
relevan mengenai perusahaan[3]. Sedangkan menurut UNDP, akuntabilitas
adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk
dapat dipertanggung jawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi
untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.
Baik Transparasi maupun akuntabilitas merupakan dua elemen penting yang tak
dapat dipisahkan dalam GCG. Sebenarnya implementasi dari ke dua aspek ini telah
lama digagas oleh para cendekiawan muslim beberapa abad yang lalu melalui al-Qur’an dan Hadist. Prinsip-prinsip tersebut
telah terjewantahkan pada apa yang kami sebut dengan nilai nilai profetik.
Secara epistemologi, Profetik berasal dari kata prophet yang berarti
nabi. Prophetic berarti yang berkenaandengankenabian[4].
Maka secara terminologi, nilai-nilai profetik adalah nilai-nilai yang terdapat
pada diri para nabi. Para ulama ahlusunnah wal jamaah merangkumnya dalam sifat
wajib yang dimiliki para nabi yaitu (1) Shiddiq, (2) Amanah, (3) Fathanah dan
(4) Tabligh.Ke empat sifat ini pula yang perlu dicontohkan oleh manusia di
semua aspek kehidupan.
Shiddiq
Shiddiq berarti jujur dan benar.Sikap
jujur berarti selalu melandaskan ucapan, keyakinanan serta perbuatan
berdasarkan kebenaran. Tidak ada kontradiksi atau pun pertentangan yang
disengaja antara perkataan dan perbuatan.Sifat inilah yang menjadikan para nabi
memiliki banyak pengikut.
Laporan keuangan sangat menuntut nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai
kejujuran dalam laporan keuangan juga bisa dilihat dalam bentuk kesungguhan dan
ketepatan (mujahadah dan itqan), baik ketepatan waktu, janji, pelaporan,
mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi) untuk kemudian
diperbaiki secara terus menerus, serta menjauhkan diri dari berbuat bohong dan
menipu.
Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab dan kredibel.[5] Karakter amanah ini ada dalam diri para
nabi sehingga mereka tetap bertahan dalam memikul tannggung jawab atas umatnya
bahkan sampai seumur hidup.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil….... (An-nisa4
:58)
Sifat
amanah merupakan manifestasi dari
tanggung jawab serta kesiapan menerima konsekuensi atas laporan keuangan yang
disampaikannya. Hal ini menandakan bahwa Praktisi yang menerapkannya memiliki jiwa keberanian dalam menghadapi
segala ancaman dan tekanan. Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu dalam perusahaan. Dari konteks tersebut, Akuntan dan auditor
yang amanah memiliki keberanian dalam mempertanggung jawabkan segala isi
laporan keuangannya serta siap menerima konsekuensinya.
Fathanah
Fathonah dapat diartikan
:intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan[6]. Para Rasul tidak ada yang dikenal dengan
kebodohannya. Kearifan serta kecerdasan yang membuat mereka bisa mengambil
keputusan tepat di setiap tindakannya. Fathonah tidak hanya mencakup pada
kecerdasan intelektual saja, namun ia merupakan kombinasi dari kecerdasan
emotional, intelektual dan spiritual. Pengelola laporan keuangan yang fathanah berarti ia telah memahami,
mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal
yang menjadi tugas dan kewajibannya. Dalam konteks tersebut, fathanah
akan membentuk jiwa profesionalisme pada diri seseorang.
Tabligh
Sifat Tabligh artinya komunikatif, dan argumentative[7]. Para nabi juga dikenal dengan
kemampuannya dalam menyampaikan. Dan ini wajib dimiliki para Rasul berhubung mereka ditugaskan
menyampaikan wahyu dari Allah SWT.
“Supaya Dia mengetahui,
bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah
Tuhannya,” [Al Jin
: 28].
Dimensi
tabligh yang mencakup kemampuan berkomunikasi dan berargumentasi sangat
dibutuhkan dalam pelaporan keuangan. Komunikasi tidak hanya pada lisan tapi
juga non-lisan sehingga pihak yang menyampaikan melaporkan informasi keuangan
juga mampu menyajikan laporan dalam bentuk non-verbal yang mudah untuk
dipahami.
Keempat nilai-nilai profetik ini memiliki kaitan yang erat dengan prinsip-prinsip transparansi dan
akuntabilitas. Dimana ketika ke empatnya diimplementasikan secara serius dan
berkesinambungan maka transparansi dan akuntabilitas perusahaan akan tercipta. Dalam
konteks ini, penulis menemukan relevansi antara prinsip transparansi terhadap
nilai-nilai shiddq dan tabligh. Serta relevansi prinsip akuntabilitas terhadapa
nilai-nilai amanah dan fathanah.
Transparansi sangat menuntut nilai-nilai kejujuran atas setiap informasi
dalam sebuah lembaga perusahaan.Namun nilai nilai kejujuran (Shiddiq) tidak lah
cukup untuk memenuhi kriteria
perusahaan yang transparan kepada publik.Karena hal ini berkaitan dengan sebuah
informasi, maka dibutuhkan sebuah kecakapan dalam berkomunikasi (Tabligh), baik
itu secara verbal maupun non-verbal sehingga pihak-pihak yang membutuhkan
informasi tersebut merasa mudah untuk membaca dan memahami maksud dari si
pemberi informasi.Dengan adanya kombinasi antara kejujuran dan kecakapan
berkomunikasi maka informasi yang disajikanakan cepat den tepat dimengerti oleh
penggunanya.
Selain itu diperlukan juga karakter amanah dalam penyampaian informasi, yang menyangkut kejelasan fungsi dan pelaksanaan manajemen perusahaan. Namun karena hal ini menyangkut beban dan tanggung jawab, maka karakter amanah harus dibarengi dengan kecerdasan intelektual (fathanah) serta skill yang mencukupi agar
pengelolaan perusahaan berjalan secara efektif dan efisien. Kombinasi antara amanah dan fathanah inilah yang akan mengejewantahkan akuntabilitas pada laporan keuangan perusahaan.
Ke-empat dimensi-dimensi
profetik itu sangat cocok
diimplementasikan oleh perusahaan. Salah satu langkah awalnya yaitu dengan
menjadikan nilai nilai profetik sebagai ruh dalam perusahaan.Dimensi-dimensi
profetik tersebut bisa ditanamkan melalui nila-nilai budaya perusahaan
(Corporate Value). Karena kini, budaya perusahaan telah menjadi tema sentral
dalam pengembangan perusahaan, terutama menyangkut sumber daya manusia (SDM).
Selain itu, Corporate value merupakan prinsip dasar dalam pengembangan
perusahaan untuk meningkatkan keunggulan komparatif dan daya saing perusahaan.
Nilai-nilai yang dianut oleh sebuah perusahaan akan mempengaruhi kinerjanya
di setiap sektor terutama dalam sektor laporan keuangan. Jika perpaduan antara
keempat dimensi profetik ini bisa kita tanamkan dalam laporan keuangan maka
peningkatan transparansi dan akuntabilitas sangat bisa diwujudkan.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad
Syafii – Tim Tazkia. 2010. Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad
SAW “The Super Leader Super Manager” jilid 1. Jakarta : Tazkia Publishing
Effendy, Muh.
Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba empat
Fujinuma, Tsugouki, ”Enhacing Corporate Governance-IFAC’s
Initiatives and the Role of the Accountancy Profession” Makalah
dipresentasikan pada konvensi Nasional Akuntansi IV, Prosiding Paradigma Baru
Profesi Akuntan memasuki Milenium Ketiga: Good Governance, IAI, Buku Dua, April
2001
Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK
Terbaru 2010 (EdisiSatuan). Jakarta:
IAI, 2010
Mufti, Areies -
Muhammad Syakir Sula. 2007. Amanah bagi Bangsa. Jakarta : Masyarakat
Ekonomi Syariah
Rasul, Syahrudin,
2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam
Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI
Rakhmat, Jalaluddin.,
“Transparansi dalam perspektif islam”. Pikiran Rakyat, 27 Desember,
2004.
2002, Enron: Who's Accountable?http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,1001636,00.html accessed on , April3, 2013)
Anonim, 2001, “The real scandal”, The
economist,(http://www.economist.com/node/940091accessed on,April3, 2013)