Malam semakin larut. Kini giliran
satu orang, peserta baru yang hanya ikut-ikutan grup camping sekedar melepaskan
dirinya dari hingar bingar suasana megapolitan. Awalnya ia enggan, namun yang
lain memaksanya berdiri di tengah lingkaran yang tak jauh dari api ungggun.
“Sebelumnya perkenalkan nama saya
Ilo’”
“Hai Ilo’,”, semua menyapa secara
bersamaan.
“kali ini saya akan menyumbangkan
sebuah lagu”
“Yaaaahhh”, semua tampak kecewa.
“Dari tadi sudah kebanyakan lagu,
penampilan terakhir harus beda dong.”, kata salah seorang entah siapa namanya. Ilo’
mulai berpikir keras.
“bagaimana kalau saya akan
bercerita”
“asal jangan cerita horor aja”,
kata Ria dan semua sepakat.
Ilo’ menarik nafas perlahan
berkali kali dan semua
masih menunggu kata pertama yang akan diucapkannya.
“Sewaktu SMA, Saya pernah jatuh cinta dengan seorang adik kelas”
“Ciyeee”, goda mereka.
“Tapi sayang, dia sudah punya
pacar”
“Owwhhhh”
“Sakitnya tuh di sini”, sebagian
tertawa dan sebagian lagi menganggapnya garing.
“Saya sempat galau. Dan suatu
ketika muncul seorang guru spiritual yang datang memperkenalkan diri dan mengajarkan
saya sebuah mantra”
Mereka mulai serius
“Dia menyarankan agar tiap subuh saya harus mengucapkan mantra tersebut sambil membayangkan wajah orang yang saya taksir. Awalnya saya tampak ragu, khawatir kalau itu adalah perbuatan syirik. Namun Sang Guru menjelaskan maknanya, bahwa ini tak lebih dari sekedar do’a. Selama saya masih bergantung pada Tuhan maka itu bukan lah syirik. Akhirnya saran itu saya ikuti”
“Dua tiga minggu berlalu, efek
dari do’a itu mulai terasa. kami sangat sering sms an, telfon-telfonan, dan
sapa menyapa gak jelas layaknya para ababil. Hingga datang suatu hari
ketika dia tak lagi memikirkan pacarnya dan memanggil ku sayang.”
Ekspresi
wajah mereka berada dipersimpangan antara ragu dan percaya. Tapi mereka nampak menunggu mulut Ilo’
berbicara.
“Bersambung”, kata ilo singkat.
“Yaaahhhhh”, mereka kesal, rasa
penasaran mereka dipermainkan.
“emang do’a yang diajarin Guru lu
apaan sih?”, tanya si mojo yang sepertinya mewakili rasa penasaran yang lain.
“Itu tidak penting”, jawab Ilo’
singkat lagi.
Mereka semakin kecewa. Ria dan
Rio tampaknya sudah ingin beranjak masuk ke kemah.
“Tapi saya akan menunjukkan
mantra baru. Beberapa bulan yang lalu saya mempelajarinya dari dari seorang
Guru[1]
lain”
Mereka kembali antusias.
“Mantra ini belum saya coba.
Kebetulan sekali malam ini Jum’at Kliwon yang bertepatan dengan tanggal kabisat,
ini waktu yang tepat untuk membuktikannya. Ada yang mau jadi volunteer??”
Mereka saling menatap satu sama
lain. Seorang gadis berambut panjang berdiri dan mendekat. Ia mengangguk bertanda
siap. Ilo’ mengeluarkan botol kecil dari sakunya, dan meneteskan sesuatu ke dalam mangkok. Ia berteriak “Lima
percik mawar”.
Tangannya merogoh kantung belakang dan mengeluarkan “Tujuh sayap merpati”
“Sesayat langit perih”, 5
jarinya menunjuk ke atas
“Dicabik puncak gunung”
kemudian menunjuk kebawah
Dipetiknya putri malu setengah
layu yang tak jauh dari api unggun. “Sebelas duri sepi”, teriakannya
semakin keras.
Tanganya kembali merogoh sebatang
lidi dari kantong celana, Ia membakarnya hingga berasap. Kemudian setangah
berbisik “Dalam dupa rupa”.
Dalam saku yang lain ia
mengeluarkan serbuk “Tiga menyan luka”.
Semua resep ramuan itu telah
bersatu padu dalam mangkok yang diselimuti gumpalan asap , Ia pun berdiri di
depan wajah Si wanita dan kembali berkomat , “Mengasapi duka”
30 detik kemudian “Puahhh”,
asap mengepul itu ia tiupkan ke wajah si wanita.
“Kau jadi kau.”
“Kasihku!!”
Wanita itu membuka mata,
tersenyum dan dengan tangan terbuka menawarkan pelukan pada Ilo’. “Apakah mantranya
berhasil?”, semua pikiran bertanya seperti itu. Ilo juga. Namun, tiba-tiba tawa
si wanita itu meledak dan agak terdengar meledek. Ia pamit untuk tidur. Semua
orang sudah bisa menarik kesimpulan.
“Teman teman sekalian”, Ilo’
ternyata belum selesai.
“Mungkin kekuatan magis seperti
itu tak ada. Tapi Saya percaya pada daya magis dari kekuatan sugesti.[2]
Kekuatan sugesti lahir dari tekad dan keinginan. Sayang, malam ini tekad saya
lah yang lemah”. Pernyataan konyol seperti itu, siapa yang mau dengar. Tapi
setidaknya mereka sudah terhibur. Aksi mantra itu mungkin akan menjadi bahan
lelucon mereka untuk beberapa hari.
Dalam kelarutan malam, ternyata hanya
satu orang yang tak bisa tidur saat itu. Jantungnya terus berdebar. Nafasnya tak beraturan. Rekah
senyumnya begitu awet, namun ia sembunyikan di balik sleeping bag nya. Wanita
itu benar-benar jatuh cinta.