Friday, 25 January 2013

Melacur, Onani atau Impoten. Yang manakah dirimu?


"Ada pertanyaan?" tanya Pak Dosen sambil menatap para mahasiswanya. Namun suasana hening penuh kebisuan sudah cukup menjadi jawaban baginya.
Sejak 30 menit yang lalu suasana kelas masih hanya diisi oleh suara dia saja. Dosen yang satu ini memang terlihat calm dan sabar. Namanya Pak Manzhur. Perhatikan baik-baik ejaannya. Manzhur. Bukan Mansyur, Manshur, ataupun Mantsur. Ia tak akan membiarkan orang salah melafalkan namanya.
"Sedikit saja salah lafal, maka perubahan maknanya berakibat fatal", tegas Dia di awal perkenalan minggu lalu.
Dan memang benar. Mansyur[1] berarti “nama yang tersiar”, Manshur[2] artinya “orang yang mandapat pertolongan”, sedangkan Mantsur berarti “Sesuatu yang berhamburan”. Adapun Manzhur[3] (Namanya sendiri) berarti “Orang yang diperhatikan”. Tapi sepertinya nama tersebut bukanlah doa yang terkabul kali ini.

Friday, 18 January 2013

Ujung jarumpun mengalirkan darah


Laa tahtaqir syay’an shogiiran muhtaqoran. Farubbama asaalatid-daama al ibru
Jangan menghina sesuatu yang kecil, karena kadang kala ujung jarumpun mengalirkan darah


           Orang-orang  menamai mereka Si bocah kecil dan manusia gemuk alias the little boy and Fat man. Ke dua makhluk inilah yang meluluh lantahkan kota hiroshima dan nagasaki. Sebuah tragedi ketidak manusiaan sekaligus pertunjukan kekuatan ilmu pengetahuan yang memakan milyaran dana dan darah. Jumlah korban yang tewas di taksirkan 140 ribu warga hiroshima dan 74 ribu warga nagasaki. Berbagai kecaman pun bermunculan untuk mengutuk tindakan biadab tersebut. Namun jika kembali ditelusuri justru hal itulah yang

Friday, 11 January 2013

Orang Bugis-Makassar = Manusia kasar? [Part II]



Dalam hati aku juga mengiyakan tentang tawuran itu, namun jelas tak bisa ku terima jika nilai-nilai leluhurku hanya dianggap semu. Jelas ia belum melihat Masyarakat bugis secara keseluruhan.
“Mana Budaya Siri’ orang Bugis-Makassar kalau begitu, mereka jelas tidak malu bahkan dengan bangganya menampilkan aksi-aksi bar-bar mereka di media. Anda juga bilang Pacce itu simbol kesetiakawanan?. Tapi mana?. Mereka justru saling menyakiti satu sama lain. Padahal sama-sama orang Bugis-Makassar loh.”
Ku lirik Si Udin, mukanya memerah entah itu karena malu atau marah.
“Kalian berdua itu lucu sekali. Jangan mentang-mentang orang Bugis-Makassar sikap objektif kalian hilang demi keberpihakan. Jangan-jangan kalian juga sama bar-barnya dengan mereka”
Si Udin tak tahan dan angkat bicara,“Hei bung, tidak semua orang batak itu sopir angkot, tidak semua orang papua itu kampungan, tidak semua orang sunda tidak bisa mengucapkan F, tidak semua orang padang itu pandai dagang. Begitu pula dengan orang bugis-Makasar tidak semuanya kasar. Ini bukan statistika bung, Jangan seenaknya menjudge individu berdasarkan watak sampel yang dominan. Anda jelas belum melihat secara keseluruhan”, suara Udin semakin meninggi.
“Hahahah, Benar-benar polos. Justru keilmiahan itu dilihat dari statistik. Kalau memang tidak seperti itu. Buktikan!”

Friday, 4 January 2013

Orang Bugis-Makassar = Manusia kasar?



Hanya secangkir kopi yang menemaniku pagi ini. Biasanya Aku ditemani si Udin. Namun sejak pertengkaran kemarin, batang hidungnya belum juga muncul. Iri juga rasanya ketika ku perhatikan setiap meja dipenuhi mahasiswa yang sedang menikmati obrolan bersama golongannya masing-masing.
Dan kesendirian ini semakin membuatku jengkel dengan kedatangan David, Mahasiswa yang kemarin mempermalukanku dan Udin di depan mahasiswa lain. Ingin ku daratkan pukulan  ke wajahnya. Namun hal itu kutahan mengingat ayahnya adalah seorang rektor yang memberikanku beasiswa di kampus bergengsi seperti ini. Sejenak Ia melihatku dan sepertinya bakal berulah lagi.
“Hei, semuanya!! Ada yang tahu berita kemarin gak?”, suara David tertuju pada sekelompok  Mahasiswa yang sudah memenuhi meja tongkrongannya. Begitu jelas dan terkesan sengaja di buat-buat.
“Berita anggaran toilet DPR itu bukan?”, salah satu dari mereka menebak.
“Bukan, itu sih biasa terjadi di negeri ini”
“Konser perdana BOY BAND ngetop itu? Iya gak”, yang lain ikut menebak.
“Yeee, berita kayak gitu sih,konsumsinya para ABABIL. Kalian ini pura-pura bego atau gimana sih? Itu tu, anak-anak Makassar tawuran lagi”.
“Oowww”, suara-suara lain langsung menanggapi dengan serempak diikuti dengan cekikikan yang seolah-olah itu adalah hal yang lucu. Meski berusaha untuk tidak ku perhatikan. Namun pandangan mereka jelas terasa tertuju pada ku.
Berita itu, Aku juga tahu. Heran, Sedih, kecewa, semua rasanya bercampur saat menonton berita tawuran Mahasiswa yang berakhir dengan kematian salah satu mahasiswa. Sebagai Mahasiswa Bugis perantauan, akulah yang jadi korban imej di tanah orang.