Homo
homini Lopus. Manusia adalah serigala bagi manusia lain. Seperti itulah Plautus
menggambarkan manusia dalam karyanya Asanaria. Makhluk yang hidup untuk saling
cakar mencakar dan saling memangsa satu sama lain. Demi kepentingan pribadi
maupun kelompoknya, terkadang manusia rela mengorbankan manusia lainnya. Mereka
berbahaya dan tak bisa dipercaya. Bahkan dibalik keluguan dan kebaikan yang
dilakukan, tak jarang ada modus dan kepentingan dibaliknya, yang suatu saat
menggigit dari belakang.
Selicik
picik kejam itukah manusia? Fenomena perang, penindasan dan keseweng-wenangan
mungkin menjadi bukti akan hal itu. Namun, dibandingkan jutaan keburukan
tersebut, sungguh tak adil jika kita menafikan milyaran kebaikan yang telah
diperbuat manusia. Dengan kata lain, keserigalaan ini hanyalah sebuah penyakit
yang masih bisa disembuhkan. Dan obatnya adalah Cinta (Philos). Mungkin
terdengar lebay. Tapi hanya dengan Cinta lah, manusia (Antropos) akan saling
memanusiakan.
****************
Filantropi dan Penderitaan Ekonomi
Filantropi merupakan istilah yang tak asing
lagi saat ini. Istilah ini berasal dari Bahasa Yunani yaitu “philos” dan “anthropos”. philos yang berarti cinta, dan anthropos yang berarti
manusia. Dan jika digabungkan, maka artinya adalah cinta kepada sesama manusia.
Tentunya cinta kepada sesama manusia bisa dijewantahkan dalam berbagai macam
upaya. Namun Filantropi kerap kali diidentikkan dengan kedermawanan sosial.
Entah kenapa
filantropi mengalami penyempitan makna hanya pada kegiatan berderma. Tapi
menurut hemat penulis, hal ini wajar karena penderitaan ekonomilah yang paling
sering tampil menggelitik rasa kemanusiaan kita. Sehingga dengan memberi, kita
menunjukkan bahwa kita cinta kepada mereka yang kurang beruntung. Di samping
itu, penderitaan ekonomi (kemiskinan) tak jarang menjadi sebab dan akibat dari
naluri keserigalaan manusia. Manusia sering kali disebut Homo economicus, makhluk yang cenderung berpikir ekonomis dan
rasional dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanyut dalam karakter ini tak
jarang membuat menusia menjadi sosok yang individualis dan egois. Tak
memikirkan hubungan mereka dengan manusia lain. Bahkan merampas hak orang lain
untuk memenuhi kebutuhannya. Demi sesuap nasi seseorang tak segan mencuri,
menipu, berbuat curang bahkan membunuh. Seperti
pada cuplikan berikut ini
Maka ada benarnya ungkapan yang mengatakan
bahwa suara perut yang keroncongan lebih nyaring dari suara hati nurani. Karena
hampir hampir kefakiran menyebabkan kekufuran. Imam Ali bin Abi Thalib bahkan
mengatakan “Andai kemiskinan itu berwujud manusia, niscaya aku yang pertama
kali akan membunuhnya”. Dengan demikian, Filantropi diharapkan tampil
sebagai antithesis dari keserigalaan manusia. Yang dari saling makan memakan
menjadi saling mencintai dan memberi.
Filantropi
dalam Bingkai Agama
Di Indonesia (bahkan di seluruh dunia),
kegiatan berderma seringkali dilatar belakangi oleh faktor Agama. Hampir semua agama
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerintahkan penganutnya untuk saling
mengasihi dan memberi antar sesama manusia. Hindu mengenal datra datrtva dan daanam
parmrarth. Budha mengenal thambun
dan thamtaan. Di dalam alkitab
terdapat banyak keterangan tentang anjuran kepada para murid Yesus as. untuk
berbagi harta yang mereka miliki dan untuk memperhatikan kebutuhan para
pengikut mereka. Belum lagi Islam yang menetapkan zakat sebagai perintah rukun
islam ke-tiga. Dengan begitu, berderma menjadi sebuah bentuk ekspresi ketaatan
dan kesalihan tiap penganut agama masing masing.
Namun Pada postingan kali ini, penulis tertarik untuk sedikit mengulas tentang filantropi Islam. Hal ini karena mengingat bahwa ajaran Islam memiliki banyak instrumen financial worship (Ibadah dengan harta benda), seperti Zakat mal, Zakat Fitrah, Infak, Sedekah, Hibah dan Wakaf. Zakat merupakan pemberian yang wajib dilakukan oleh mereka yang harta kekayaannya telah melebihi batas minimum (nishab). Infak, Hibah, Sedekah merupakan instrumen yang bersifat sukarela. Adapun Wakaf merupakan menahan kepemilikan atas harta (aset produksi) agar manfaatnya bisa dirasakan oleh khalayak umum. Selain itu, Islam juga menerapkan beberapa hukuman dalam bentuk derma, seperti Kifarat dan Fidyah sebagai penyesalan karena melanggar perintah Allah SWT.
Namun Pada postingan kali ini, penulis tertarik untuk sedikit mengulas tentang filantropi Islam. Hal ini karena mengingat bahwa ajaran Islam memiliki banyak instrumen financial worship (Ibadah dengan harta benda), seperti Zakat mal, Zakat Fitrah, Infak, Sedekah, Hibah dan Wakaf. Zakat merupakan pemberian yang wajib dilakukan oleh mereka yang harta kekayaannya telah melebihi batas minimum (nishab). Infak, Hibah, Sedekah merupakan instrumen yang bersifat sukarela. Adapun Wakaf merupakan menahan kepemilikan atas harta (aset produksi) agar manfaatnya bisa dirasakan oleh khalayak umum. Selain itu, Islam juga menerapkan beberapa hukuman dalam bentuk derma, seperti Kifarat dan Fidyah sebagai penyesalan karena melanggar perintah Allah SWT.
Maka tak heran bila hasil survei the CNN Wire, London pada 20 Juli 2011, menyatakan bahwa di antara berbagai agama, umat Islam memiliki persentasi kedermawanan tertinggi yaitu 61 persen. Disusul Hindu 33 persen, Kristiani 24 persen dan Budhis 20 persen. Di Indonesia dana filantropi Islam sendiri memiliki potensi antara Rp 19 triliun hingga Rp 20 triliun per tahun. Menyadari potensi tersebut, sejumlah lembaga kemanusiaan bermunculan untuk memfasilitasi kedermawanan para penyantun. Seperti Dompet Dhuafa, PKPU, dan berbagai Baitulmal yang dikelola baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Sayangnya, Filantropi yang mengatasnamakan agama tidak jarang menimbulkan kecurigaan atas misi yang dibawanya. Ya, memang hampir selalu Ada udang di balik batu. Terkadang ada modus tertentu di balik kebaikan. Beberapa kasus pindah agama pernah terjadi lantaran si penderma mengajak si penerima untuk mengikuti aqidahnya atau minimal mengikuti ritual keagamaannya. Setiap agama tentunya memiliki misi dakwahnya masing-masing, namun tidak sepantasnya memanfaatkan ketidakberdayaan ekonomi kaum dhuafa untuk mengganti aqidahnya.
Islam mengajarkan kasih sayang dan cinta sesama manusia. Ajarannya yang bersifat universal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Rasulullah SAW, sebagai teladan sering kali mencontohkan betapa indahnya berbuat baik sesama manusia dengan tulus tanpa memandang ras, golongan dan agama. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW. tiap hari memberi makan kepada seorang wanita tua yahudi, yang buta lagi miskin di sudut pasar. Rasulullah bahkan sampai menyuapinya. Lucunya, nenek ini seringkali memperingati orang yang menyuapnya agar menjauhi sosok bernama Muhammad. Ia begitu benci dengan orang bernama Muhammad. Hingga Rasul saw. wafat, nenek ini belum tahu bahwa orang yang dia benci dan dia caci adalah orang yang selalu menyuapinya. Maka kita melihat betapa tulusnya Sang Rasul SAW. mencintai manusia. Alih alih untuk modus agar si Yahudi pindah memeluk Islam, memperkenalkan dirinya pun tidak. Bantuannya begitu murni didorong atas dasar cinta sesama manusia.
Misi di balik wajah Filantropi Islam
Source |
Misi pertama : Menyucikan Jiwa
Financial worship (Ibadah harta benda) seperti zakat, infaq, sedekah dimaksudkan untuk menyucikan diri dari najis najis batin pada diri manusia, seperti dengki, sombong, pelit dan segala penyakit hati yang dapat memicu keserigalaan manusia. Dengan begitu kesetiakawanan sosial akan semakin kokoh dan suasana saling kasih mengasihi sesama manusia akan tercipta.
Kata Zakat sendiri bermakna suci (thahuurun). Karena dengan mengeluarkan zakat, seseorang berarti telah menyucikan hartanya dari hak Allah yang wajib ia tunaikan. Serta menyucikan dirinya dari sifat kikir.
Misi ke-dua : Menegakkan keadilan
Adil,
secara bahasa, seringkali diartikan sedang, seimbang, dan wajar. Sedangkan
secara istilah yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menurut Ibnu Miskawaih
keadilan adalah memberikan sesuatu yang semestinya kepada orang yang berhak
terhadap sesuatu itu. Keadilan merupakan risalah yang harus diperjuangkan oleh
setiap insan. Ia harus hadir di berbagai macam aspek kehidupan.
Sebagai
risalah universal, keadilan tentunya harus dimunculkan ke permukaan sosial dan
ekonomi. Melalui instrumen zakat, Islam mengakui bahwa dari sebagian harta berlebih
yang kita miliki, terdapat hak hak fakir miskin. Tidak mengeluarkan hak hak
tersebut sama dengan menzalimi mereka. Oleh karena itu, filantropi Islam bertujuan
mendistribusikan harta secara adil demi mencegah jurang pemisah antara si
miskin dan si kaya. “supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu” (QS. Al Hasyr : 7).
Keadilan ekonomi ini berhak
dinikmati oleh siapa saja tanpa memandang suatu golongan. Karena Islam tidak
mengenal stratifikasi sosial dengan memberikan privelege pada satu kelas tertentu.
"Dan Janganlah sekali
kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa". (QS. Al-maidah : 8)
Misi ke-tiga : Menciptakan Kemaslahatan
Misi ke-tiga
ini merupakan puncak dari misi diterapkannya filantropi Islam. Maslahat
merupakan serapan dari bahasa arab (al
mashlahah) yang artinya kebaikan. Maslahat bisa pula diartikan menarik
manfaat dan menolak mudharat (hal hal
yang merugikan/membahayakan). Kemaslahatan yang dikehendaki oleh Islam bukanlah
maslahat yang seiring dengan keinginan hawa nafsu. Akan tetapi kemaslahatan
hakiki yang menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan pihak tertentu.
Beberapa ulama
seperti Imam Syaitibi dan Imam
Al-Ghazali meletakkan posisi maslahat sebagai motif dijalankannya hukum Islam,
termasuk ibadah dalam bentuk derma. Kemashlahatan ini bertujuan untuk
memelihara agama (hifzud din), memelihara
jiwa (hifzun nafs), akal (hifzul aql), keturunan (hifzun nasl) dan harta (hifzul maal)
manusia. Karena tanpa terpeliharanya lima hal tersebut tidak akan tercapai
kehidupan manusia yang luhur secara sempurna.
Seperti halnya syariat lainnya, amalan filantropi Islam juga bertujuan untuk memelihara ke lima hal tersebut. Dengan zakat dan sedekah dari kita, pendidikan gratis bisa terlaksana (hifzul aql), korban perang dan bencana alam tertolong (hifzun nafs), kegiatan rohani keagamaan berjalan lancar (hifzud din), program penghijauan demi generasi mendatang terlaksana (hifzun nasl) dan banyak lagi yang bisa kita lindungi dan pelihara. Adanya pemeliharaan dan perlindungan pada ke lima hal tersebut menandakan bahwa misi yang dibawa Islam senantiasa bernafaskan cinta memanusiakan manusia.
Ke-tiga rumusan misi tersebut secara tersirat menunjukkan betapa tulusnya Islam menjunjung tinggi derajat manusia serta mencerminkan universalitas Islam sebagai Rahmatan lil Aalamiin (Rahmat bagi seluruh alam) dan. Ajarannya tidak hanya sebatas ritual-ritual formal tapi juga mengandung nilai humanistik penuh cinta sebagai jalan kehidupan (way of life).
*************************
Jika ada udang dibalik batu, tidak selamanya itu udang beracun, bisa jadi malah udang yang bergizi. hihihihi.
Wallahu a'lam bis Showab
Postingan ini diperlombakan dalam ICRC blog Competition dalam rangka #70thICRCid, dengan
Tema : Nilai-Nilai Keagamaan dan Aksi Kemanusiaan
Topik : Bantuan Sosial dan Kepentingan Misi Agama
[1] Ke tiga
misi tersebut diadopsi Penulis dari rumusan Maqashid
Syariah versi Prof. Muhammad Abu Zahra
Sumber Inspirasi
Asia Pacific Philanthropy Consortium, Investing in Ourselves: Giving and Fund Raising in Asia, 2002:7-8.
Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani "Galang", Vol. 2 No. 3 Agustus 2007, yang diterbitkan oleh PIRAC bekerja sama dengan Ford Foundation
Abu Zahrah, Muhammad. 2005. “Ushul al-Fiqh” Terjemah Saefullah Ma’shum. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Hilman Latief, AGAMA DAN PELAYANAN SOSIAL: INTERPRETASI DAN AKSI FILANTROPI DALAM TRADISI MUSLIM DAN KRISTEN DI INDONESIA, Religi, Vol. IX, No. 2, Juli 2013: 174-189
https://www.youtube.com/watch?v=y83S0Ef5wlE
http://slamet-wiharto.blogspot.co.id/2008/09/manajemen-zis-menurut-al-quran-hadist-i.html
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/18/1654224/Filantropi.untuk.Kohesi.Sosial
http://nafiismawan.blogspot.co.id/2014/03/adil-menurut-islam.html
http://www.dakwatuna.com/2007/08/06/219/menegakkan-keadilan/#axzz3oFg2ZoEf
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html
http://www.merdeka.com/ramadan/indahnya-akhlak-rasulullah-pada-nenek-yahudi.html
https://religiushumanity.wordpress.com/