Engkau sedang menggali waktu
Ada peti pengalaman yang hendak kau cari
Ada kilauan kenangan yang ingin kau genggam
Ada banyak momen Indah yang harus kau tangkap
Kau hampir lupa
Monster amnesia maha dahsyat suatu saat akan merebutnya
Engkau sedang menggali waktu
Ada resah yang hendak kau timbun
Ada gerah yang ingin kau benamkan
Ada banyak masalah yang berusaha kau tutupi
Tapi itu hanya sementara
Sebentar lagi mereka akan bangkit meminta pertanggung jawaban
Tuk diselesaikan.
ini bukan sekedar haus biasa. tak kan hilang dengan seteguk. selamilah dasarnya. tenggelamlah dalam nikmatnya samudra pengetahuan.
Thursday, 29 December 2016
Monday, 22 August 2016
Wallahiko? Wallahika’!
Syahdan,
Nabi Isa AS. pernah melihat seorang lelaki mencuri. Ketika Sang Nabi bertanya,
“Apakah engkau mencuri?”. Lelaki itu menjawab “Tidak! Demi Allah yang tiada
Tuhan melainkan Dia!”. Maka Sang Nabi pun langsung percaya pada pria itu dan
mendustakan apa yang telah ia lihat.[1]
Kalimat
sumpah “Demi Allah”, sudah berabad abad menjadi kalimat sakral yang memiliki
otoritas kebenaran atas sebuah pernyataan. Sumpah ini sering diungkapkan dengan
lafaz Wallahi, Tallahi, Billahi atau
bisa juga dengan menyandingkan kata sumpah dengan asma ataupun sifat Allah
seperti “Demi Arrahman” atau “Demi
Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya”.
Di
bumi Rahmatul Asri, kesakralan “Wallahi” juga berlaku. Ketika sebuah berita ataupun pernyataan tidak
memiliki bukti yang cukup, maka dengan mengucapkan Wallahi, pernyataan tersebut seolah telah mendapat sertifikat
kebenaran untuk meyakinkan semua orang. Hal ini juga berarti orang yang
bersumpah siap mengambil resiko atas apa yang ia sumpahkan. Entah itu kualat maupun
kafarat.
Wednesday, 27 April 2016
La Garetta' #9 [Misdirection]
Mata Rakyat telah dicabut, Rakyat meraba-raba dalam kasak Kusuk
_Sajak Mata Mata WS Rendra_
Sebuah konferensi rahasia yang dihadiri
oleh orang-orang penting negara, berlangsung di bawah sana. Mereka
sedang menggelisahkan sebuah berita yang mengancam rahasia negara tercuat ke
publik.
“Hanya karena sebuah postingan blog, waktuku terbuang di tempat
ini?”, Gumam seorang petinggi A.
“Aku juga tak menyangka dampaknya akan separah ini. Beberapa
Stasiun TV telah memberitakan kesotoyan kesotoyan mereka”, diikuti gumaman petinggi
B.
“Mau bagaimana lagi?, ketika satu anjing menggonggong, anjing
yang lain ikut menggonggong meski tak tahu apa yang sebenarnya digonggongkan”,
Petinggi C bergumam tenang
“Kalau begitu segera perintahkan anjing anjing media itu untuk
menghentikan berita nya!.” Seru petinggi D
“Slow Down, Baby!, Kau kira dengan seperti itu gonggongan
akan berhenti?. Saat ini, publik tak sebodoh itu. Ketergesa-gesaan kita justru
akan membuat masyarakat semakin curiga” Petinggi E ikut angkat bicara
Sunday, 3 April 2016
Bookspirasi : Heksalogi "Supernova", Faynelih!!
[26/2/16 - 10.00 AM]. Lagi lagi saya digelisahkan detik detik penantian untuk sebuah buku. Fokus untuk kerja buyar sudah. Tak henti hentinya saya memantau timeline di twitter. Beberapa akun sudah memposting-pamerkan kiriman paket novelnya, menyambut kelahiran si bungsu dari serial supernova “Inteligensi Embun Pagi”.
Pertemuan dengan Supernova
Mungkin ini pertama kalinya
Samudra Inspirasi post tentang supernova, maka tak lengkap puas rasanya jika
saya tidak bercuap cuap tentang asal mula mengenal Supernova.
Perkenalan saya dengan serial
supernova di mulai dari petir yang lahir pada tahun 2004. Saat saya masih bocah
SMP, saya mengenal Petir hanya dari sinopsis yang terpampang di sebuah Koran Asrama
(Saat itu sedang mondok, kebetulan kami kurang lebih 60 orang penghuni asrama
patungan untuk langganan koran tiap hari nya). Membaca sinopsisnya saya agak
tertarik dan penasaran, Covernya pun Unik. Sayangnya saya sadar, kalau
penasaran itu tak boleh saya pelihara, karena tak ubahnya saya dengan si
pungguk yang merindukan bulan. Percuma merindukannya. Akses ke toko buku saat
itu sangat sulit. Gramedia hanya ada di ibukota Makassar. Pemesanan online
kayak sekarang pun masih asing di daerah saya saat itu.
Saturday, 9 January 2016
Sotoyyo, Ergo Sum
Cendekiawan mana yang tak tahu ungkapan “Cogito Ergo Sum”, sebuah konsepsi filsafat yang keluar dari ijtihad briliant Rene Descartes. “Aku berpikir maka aku Ada”. Konsep ini menunjukkan pada kita bahwa eksistensi manusia ada pada sejauh mana manusia menggunakan pikirannya. Di mulai dari rasa ragu akan semua hal, kemudian mempertnyakan, lalu memikirkannya. Di lain pihak, Newberg dan Waldman memiliki sudut pandang berbeda, “Credo Ergo Sum” Aku percaya maka aku ada. Konsep yang satu ini menekankan bahwa “percaya” adalah dasar eksistensi manusia. Tidak ada kepercayaan sama dengan tidak ada keberadaan.
Credo versus Cogito, lagi lagi pertarungan antara instuisi dan logika, antara iman dan akal, antara otak kanan dan otak kiri. Masing-masing memiliki argumentasinya. Jadi mana yang benar-benar benar?. Bagi saya sendiri, sebuah mouse tetap membutuhkan yang namanya klik kanan dan klik kiri, bahkan keduanya saja belum cukup, perlu ada scrool, laser, atupun punggung mouse sandaran telapak tangan.
Saya sendiri lebih condong pada cogito sebagai setapak awal menuju puncak ergo sum. Mengapa bukan credo? Saya meyakini bahwa kepercayaan pun diawali dengan sebuah keraguan. Dan untuk menjawab keraguan, manusia perlu berpikir. Setelah itu barulah kita bisa melangkah pada setapak credo. Dari cogito, saya pun menemukan setapak baru, sebuah pijakan yang berlandaskan kesok-tahuan untuk menuju eksistensi diri.
Subscribe to:
Posts (Atom)