Tuesday, 28 April 2020

[La Casa de Papel] - Kebucinan dalam Barisan Perlawanan




     Sudah berabad-abad lamanya, dari zaman Robinhood sampai Hamza Bendelladj meretas ratusan bank, kejahatan seperti perampokan dan pencurian tidak selalu mendapat citra yang buruk di mata kita. Terkadang tindak kriminal dapat menarik hati publik ketika dibungkus dengan alur cerita yang heroik dan penuh romantika. Sedari kecil kita pun mungkin senang dengan kartunnya Aladdin dan serial Thief of Baghdad yang latar belakang tokohnya bukanlah seorang pahlawan melainkan pencuri.

    Selama pandemi ini, saya melihat banyak kawan-kawan di jagat maya mulai mengikuti serial Netflix “Money Heist” yang memang lagi populer. Sebelumnya serial ini ditayangkan oleh Antena 3, salah satu stasiun TV di Spanyol, dengan judul originalnya yaitu La Casa de Papel, yang sebenarnya jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi House of Paper. Namun karena Netflix sudah pernah meluncurkan film House of Cards, (mungkin biar gak sama) maka La Casa de Papel diganti menjadi Money Heist sebagai judul mancanegaranya. Mungkin kayak “Perempuan Tanah Jahanam”nya Joko Anwar yang berganti judul mancanegara menjadi “Impetigore”.

    Bagi yang belum menonton, La Casa de Papel bercerita tentang sekelompok geng yang melakukan aksi perampokan yang cerdik dan tak lazim di sebuah pabrik percetakan uang di Spanyol (Royal Mint of Spain). Sebelum melakukan aksi tersebut, mereka telah belajar berbulan-bulan dalam mempersiapkan berbagai strategi untuk segala kemungkinan yang akan terjadi selama perampokan.

Sampai saat ini (April 2020), Netflix telah menayangkan 4 season, dimana season 1 dan 2 awalnya terdiri dari 15 episode dengan durasi ±70 menit yang kemudian diedit ulang oleh Netflix menjadi 22 episode dengan ±45 menit per episode. Kemudian Netflix meminta mereka untuk melakukan perampokan lagi, maka dibuatlah season 3 dan 4 (di mana proses syuting dan penulisan naskahnya ternyata dilakukan secara paralel, dengan kata lain para crew bahkan belum tahu endingnya akan seperti apa selama proses syuting).

Alert --> Tulisan selajutnya mengandung spoiler.



Ikonografi Dali dan Nama-nama Ibu kota


    Kalau kita perhatikan ada 2 ciri khas utama yang menjadikan karakter tokoh geng perampok ini begitu kuat.

Pertama adalah red jumpsuit dan topeng Salvador Dali yang mereka pakai dan dipakaikan ke sandera selama perampokan. Ini menjadi semacam ikonografi yang pasti melekat di ingatan penonton bahkan yang belum menonton pun dibuat penasaran. Apalagi warna yang dipilih adalah warna merah (sama dengan warna komunis, ouuppss) yang memiliki nuansa agitasi, mamancing hasrat publik untuk ikut aksi. Kostum ini bahkan sudah digunakan oleh beberapa demonstran di berbagai negara sebagai simbol perlawanan. Topeng Salvador Dali dalam film ini agak mirip-mirip konsepnya dengan topeng Guy Fawkes di film V for Vendetta, yang juga menginspirasi massa dalam melawan pemerintahan Adam Sutler (tokoh antagonis) pada malam 5 November.

      Kedua, nama samaran yang mereka  gunakan diambil dari nama-nama ibu kota yang ada di dunia seperti Tokio (Jepang), Berlin (Jerman), Nairobi (Kenya), Helsinki (Finlandia), Oslo (Norwegia), Rio (Brazil 1763–1960), Moscow (Rusia) dan Denver (Colorado), kecuali Professor yang menjadi pemimpin geng. Yang menarik adalah ide nama tersebut datang secara tidak sengaja ketika produser Jesus Colmenar melihat Alex Pina sang sutradara mengenakan kaos yang bertuliskan “Tokyo”, dipikirnya itu adalah nama yang bagus untuk tokoh utamanya dan 15 menit kemudian muncullah nama-nama yang lain seperti Moscow, Denver, Berlin.

   

Bella Ciao, Senandung Perlawanan


O partigiano, portami via
(Oh para partisan bawa aku pergi)

O bella ciao, bella ciao, bella ciao, ciao, ciao
(Oh selamat tinggal cantik, selamat tinggal cantik, selamat tinggal cantik! selamat tinggalselamat tinggal!)

O partigiano, portami via
(Oh para partisan bawa aku pergi)

Ché mi sento di morir
(Karena aku merasa kematianku semakin dekat)

Penggalan lirik ini berasal dari lagu yang dinyanyikan para pemberontak Italia pada masa kekuasaan Benito Mussolini, yang mana bercerita tentang seorang pemuda yang rela meniggalkan kekasihnya demi bergabung dalam barisan pemberontakan melawan fasisme. Para pemberontak ini menyebut diri mereka partigiano atau (kaum) partisan. Dan lagu tersebut menjadi pembangkit semangat juang bagi mereka.

Di beberapa kalangan suporter bola Eropa tepatnya pada klub seperti Paris Saint Germain (France Ligue 1), AS. Livorno Calcio (Seri A), Cosenza Calcio (Seri B),  Bella ciao” sudah lama populer didendangkan saat klub mereka berlaga. Bahkan fans Livorno menjadikan lagu ini sebagai lagu resmi klub mereka. Hal ini tentunya tidak mengherankan musabab Livorno adalah basis pergerakan partisan yang mayoritas kaum kiri dalam memerangi fasisme ketika perang dunia ke-2.

    Dan lagu ini semakin mendunia berbarengan dengan viralnya topeng Dali. Tentunya, bella ciao memang terasa sangat pas dinyanyikan oleh mereka (geng Professor) karena motifnya berada pada jalur yang sama, yakni perlawanan pada sistem.

    Bagi Professor, apa yang mereka lakukan tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa yang mencetak 171 miliar euro secara tiba - tiba pada tahun 2011, 185 miliar euro pada tahun 2012 dan 145 miliar euro pada tahun 2013. Dan tidak ada orang yang menyebut mereka perampok atas tindakan tersebut.

Ini bukan apa-apa, Requel. Ini kertas. Kertas, Lihat? Ini kertas. Aku melakukan injeksi likuiditas, tapi bukan untuk para bankir. Aku melakukannya di sini, dalam ekonomi riil. Dengan sekelompok pecundang, itulah kami, Raquel. 
(Professor, S2E8 - 42:00)

Ada dua scene pada La Casa de Papel yang membuat lagu Bella ciao begitu melekat diingatan saya sebagai penonton. Pertama, ketika Moscow berhasil menggali beton mencapai tanah lalu para geng bersuka ria merayakannya. Kedua, ketika malam terakhir sebelum perampokan di mulai, Andres (Berlin) dan Sergio (Professor) menyanyikannya berdua dengan penuh khidmat.

    Yang menarik bagi saya pribadi adalah nasib kedua orang ini (Moscow dan Berlin) pada season kedua, memiliki keterikatan pada scene flashback di season 3 di mana ketika Moscow dan Berlin bertengkar gara-gara bau sisa kotoran di kamar mandi bersama. Namun pada akhirnya berakhir pada komitmen antar sesama pria.

Moscow : Aku tahu aku bukan pria elegan sepertimu, Tuan. Aku tahu aku tak tahu banyak hal sepertimu, Tuan. Aku hanya tahu cara membuka lubang yang Tuhan pun tak berani membukanya. Tapi yang terpenting, aku rela mempertaruhkan hidup demi temanku, jika diperlukan. Pertanyaannya, apa kau bagian dari timku atau bukan? 
Berlin : Mempertaruhkan nyawaku demi kau?
Moscow : Itu pertanyaannya.  
Berlin : Jawabannya, meski ada kebiasaaan buruk yang kau pelajari di sekolah asrama jelek dan kesukaanmu pada TTS, Jika kita masuk percetakan bersama, kita keluar bersama. 
(Moscow & Berlin, S3E5 - 27:33)
      
Sebagaimana sajak WS Rendra bahwa perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata. Moscow dan Berlin berakhir sebagai martir layaknya partisan dengan membuktikan kata-katanya. Moscow mati karena tertembak saat menyelamatkan Tokio, begitu juga Berlin yang menumbalkan diri demi mengulur waktu untuk kawan-kawannya agar berhasil kabur. Berlin tidak ikut keluar bersama para anggota geng lain, namun di sini ada sebuah pesan tersirat, seolah bahwa jika Moscow tidak keluar dalam keadaan hidup, Berlin pun mesti demikian. 


Semua karena Cinta

Cinta adalah alasan terbaik untuk membuat semuanya berantakan. 
( Tokio, S1E3 - 04:09 ) 

   Pada perampokan pertama (season 1 dan 2), kita disuguhkan kisah cinta di antara geng perampok (Rio dan Tokio), juga antara perampok dengan sanderanya (Denver dan Monica) dan mungkin yang cukup rumit adalah hubungan asmara antara pimpinan perampok dengan inspektur musuhnya (Professor dan Raquel).

      Sementara pada season ke 3 dan 4 (perampokan ke 2) bisa dibilang bumbu-bumbu romantika semakin kuat dari sebelumnya. Motifnya mungkin sama dengan perampokan yang pertama yakni perlawanan pada sistem. Namun kali ini aksinya dipicu oleh penangkapan dan penyekapan yang dilakukan oleh CNI (BIN-nya Spanyol) terhadap Rio (kekasih Tokio). Anggota geng pun kembali berkumpul untuk mencari Rio dengan memancing pemerintah melalui perampokan di Bank Spanyol. Pada aksi tersebut anggota geng telah bertambah yaitu Palermo, Marsella, Bogota, Lisboa dan Manila. (Saya masih bertanya-tanya mengapa nama samarannya Palermo dan Marsella tidak diambil dari ibu kota negara juga).

Kehadiran anggota baru pada perampokan ke-2 menambah romansa di antara mereka laksana cinta saling-silang. Bogota diam-diam memendam perasaan kepada Nairobi, sementara Nairobi dengan berani menyatakan cintanya kepada Helsinki, adapun Helsinki naksir ama sang Kapten Palermo, sementara Palermo belum bisa move on dari cinta lamanya yang tak sampai, Berlin.

Ditambah lagi konflik asmara antar pasangan di dalam kelompok yang mulai memanas, antara Denver dan Estocolmo, antara Rio dan Tokio, antara Professor dan Lisbon. Kerentanan para tokoh dalam berhadapan dengan cinta, menjadi salah satu faktor timbulnya masalah demi masalah. Dari kebingungan, kecemburuan hingga rasa takut akan kehilangan.  


Kutipan Pilihan dalam La Casa de Papel


    Sebagai penutup saya cantumkan sedikit dialog maupun kutipan yang iseng saya catat selama mengikuti serial ini. Siapa tahu ada yang mengena di hati dan barangkali bisa jadi refleksi untuk para budak cinta maupun kaum patah hati, heuheuheu. 




Pada akhirnya cinta akan membuat kita melihat hidup dengan cara yang berbeda.
(Ibu Requel, S1E6 - 35:38)


Moscow : Aku pikir kau terlalu cantik. Karena kamu menjalani hidupmu seperti video game. Perampokan, penembakan, kekasih, Petualangan. 
Tokio : Yah aku menikmati hidup. 
Moscow : Tidak. Kau menikmati melompat dari satu batu ke yang lain di kolam lumpur. Dan setelah kau melompat batu itu tenggelam. Kau meniggalkan mayat di belakang  di atas bahu yang keras. Itu yang kamu suka.
(Moscow & Tokio, S1E9 - 11:58)


Lagi pula, nostalgia bisa menggoda. Kita sulit merelakan kenangan, karena kita berpikir kenangan itu benar-benar masa bahagia. Padahal bukan. Yang kita lakukan besok mengharuskan kita memikirkan saat ini, bukan masa lalu.  
(Professor, S2E1 - 33:36)


Rencana itu sempurna, kini tidak lagi. Tahu Kenapa? Karena meskipun semua ini lancar... karena meskipun semua ini lancar, aku akan... aku akan hancur. Karena aku tak akan melihatmu lagi. 
(Professor ke Raquel, S2E8 41:35)


Kau tak mencintai siapapun? Tentu, saja tidak sayang. Kau tak punya nyali. Mencintai butuh keberanian   
( Nairobi ke Palermo,  S3E5 – 45:29)


Sergio : Berapa lama kau mengenalnya? 
Andres : Apa pentingnya? Cinta tak bisa diukur waktu! Cinta harus dijalani.
Sergio  : Jangan pertaruhkan rencana demi seorang wanita. Itu peraturan pertama. Andres, peraturan pertama. Pekerjaan tak boleh diracuni oleh hubungan ramantis.
(Sergio & Andres, S3E6 - 3:59)


Aku memang akan mengkhianatinya. Lagipula, pengkhianatan tak bisa lepas dari cinta 
(Andres/ Berlin, S4E2 – 27:57)


Pengkhianatan tak tergantung pada kadar cintamu, itu tergantung sesulit apa dilemamu (Andres/ Berlin - S4E2 - 28.33)


Izinkan aku memberimu nasehat. Jangan jatuh cinta saat perampokan, itu kesialan. 
(Tokio, S4E3 – 04:30)


Helsinki! Cintai dirimu. Abaikan orang brengsek yang tak menghormatimu. 
(Nairobi, S3E5 – 15:25)


Aku harus meninggalkanmu. Ini untuk cinta, untuk persaudaraan kita, untuk komitmenku terhadapmu. Pergilah dan sembuhkan lukanya. Kadang hanya jarak cara untuk menemukan kedamaian. 
(Berlin ke Palermo, S4E8 – 04:40)
  

Comments
0 Comments

No comments: