Thursday 23 May 2019

Sepenggal Memori : Selamat jalan Gurunda


Subuh ini saya melihat lini masa dipenuhi berita duka atas berpulangnya salah satu Ulama terbaik negeri ini ke rahmatullah.

Beliau banyak dikagumi dan dibicarakan oleh kawan kawan saya semasa kuliah dulu, terutama kawan kawan yang tinggal di sekitar pemukiman az-zikra. Saya juga pernah sekali berbicara langsung dengan beliau, sayangnya itu adalah pengalaman yang kurang mengenakkan buat saya.

***
Waktu itu saya diberi misi oleh seorang Imam Andalusia untuk mengantarkan surat undangan khatib jum'at ke Beliau.  Katanya ”harus berhasil”. Wassem, mendengar itu saya pesimis duluan, wong siapa saya. "Justru seharusnya sesama Imam yang mengundang Imam", batinku. Namun karena sudah diberi amanah apa boleh buat, setidaknya surat itu harus sampai ke tangan Beliau.


Akhirnya subuh subuh saya bergegas ke Masjid az-zikra, dengan asumsi beliau pasti ada di masjid memberi kajian subuh. Tak lupa saya membawa peci dan sorban tentunya untuk menutupi rambut saya yang waktu itu cukup menggemaskan kalau dipamerkan.

Sayangnya selepas kajian subuh saya tidak menemukan Beliau. Seorang kawan yang sering nongkrong di masjid itu melihat saya mondar-mandir. Sebut saja Nurul Huda. Dia kepo dan saya menjelaskan perihal kebingungan saya. Lalu Huda menyuruh agar saya mengikutinya. Dari tampangnya cukup meyakinkan kalau dia tahu di mana beliau berada. Alhamdulillah, rupanya saya sedikit tertolong.

Kami pun berjalan ke sebuah ruangan yang terletak di belakang mihrab. Pintunya terbuka sehingga kami masuk saja. Namun di situ tak ada siapa siapa. Huda bilang biasanya Beliau di sini (dengan wajah meyakinkan lagi). Saya baru mengucap salam pas di dalam ruangan itu, namun tak ada yang menyahut.

Tak lama kemudian beliau muncul dari balik tirai dengan wajah heran, nampaknya Beliau habis berzikir. Belum sempat saya menjelaskan maksud kedatangan saya, Beliau langsung menegaskan kalau ruangan itu adalah ruang privasinya.

(Alamaaaaakkk. terkutuk kau Nurul Huda)

Saya langsung minta maaf dengan penuh rasa bersalah. Beliau lalu menuntun kami berdua keluar sambil mengobrol. Pada saat itulah saya menjelaskan tujuan saya bertemu Beliau sambil menyerahkan amplop surat undangan.

Dia menolak.

Saya tidak kaget, dengan menyadari ketidaksopanan saya waktu itu. Namun beliau menjelaskan kalau jadwalnya memang sudah penuh bahkan mungkin untuk tahun depan.

“Gak bisa sama sekali Ustadz?”, tanyaku sedikit menekan.

Dia lalu menawarkan Ustadz terbaik Az-zikra sebagai pengganti dirinya. Katanya lulusan Kairo atau Madinah, saya lupa. Nanti dia datangkan ke Masjid Andalusia. Karena sudah ngomong begitu sayapun menyerah. Karena akan semakin tidak sopan jika saya memelas.

Akhirnya saya pulang dengan kegagalan. Saya bilang ke Imam Andalusia kalau Beliau tidak bisa. Adapun cerita ini tidak saya ceritakan ke Sang Imam. Karena nama saya bakal jadi bulan bulanan kalau ada rapat mingguan nantinya.

***

Untuk Gurunda Ustadz Arifin Ilham, terima Kasih atas pengabdiannya untuk ummat. Saya menjadi saksi bahwa Beliau adalah orang yang Sholeh. Semoga amal kebaikannya diterima di sisi Nya. Aamiin.

Valar Morghulis






Comments
0 Comments

No comments: