Mungkin orang akan menganggap hal ini biasa-biasa
saja. Namun bagi manusia rantau yang desanya tak pernah sekalipun didatangi
para tokoh, ini merupakan hal yang wajib untuk didokumentasikan.
Sejak SD hingga
SMA, para tokoh dan orang-orang terkenal hanya bisa ku lihat dari Koran,
majalah, TV, ataupun Radio. Satu-satunya artis yang pernah kulihat tanpa layar
kaca maupun kertas adalah Doyok. Namun sekarang ceritanya berbeda,
Andalusia memberikanku pengalaman nyata bersama orang-orang seperti mereka. Bukannya
apa-apa, Rumahku ini sering kedatangan orang-orang penting loh!. Kalu diceritain semua, kayaknya gak usah. Ntar
kalian bakal iri. Hahhay.
Tau Mama Dede gak?. Tau dong. Suatu ketika, Ia pernah mengadakan Road show di
setiap masjid. Dan salah satu masjid persinggahannya yaitu Andalusia. Saat itu
benar-benar ramai dan didominasi oleh ibu-ibu pengajian dari berbagai penjuru desa. Kebayang
jika mamaku ada di sini pasti dia bakal jingkrak-jingkrak kaya’ jangkrik
jungkir balik. Soalnya dari dulu dia ngefans banget ama mama Dede. Setiap sahur
kami terpaksa harus menonton tausiahnya bersama Abdel, setelah kalah dalam perebutan
remot TV.
Kesempatan itu
tentunya tak ku sia-siakan, karena kali ini posisiku bukanlah sebagai penonton
mama dede, namun sebagai Tuan rumahnya. Sehingga dengan mudahnya aku tinggal masuk ke ruang VIP dan
bertemu langsung. Asiknya, Pak Purnomo manajer Andalusia yang langsung mempromosikanku kepada beliau sebagai DKM dan penerima beasiswa di STEI TAZKIA. Hahhhay. Tidak banyak yang aku ucapkan, malahan mama dede
yang lebih cerewet dan sempat mengomentari rambutku yang sesuatu itu.
Jadi Pengalamannya Cuma itu doang?. Eits, Jangan dipotong.
Kalo yang satu
ini beda lagi ceritanya. Yaitu pada idul adha kemarin, aku bertugas sebagai
penyambut jamaah di ujung tangga. Tak lama aku berdiri mempersilahkan para
jamaah, tiba tiba ada seorang bapak yang ingin berbicara sebentar, “Mas, bisa
sediain tempat kosong gak?"
"buat apa yah pak?"
"Soalnya pak menteri mau datang”.
"buat apa yah pak?"
"Soalnya pak menteri mau datang”.
“Appwaa? ” teriakku dalam hati.
“maunya
di saf mana pak?” Tanya ku yang kurang
berpengalaman melayani orang seperti mereka.
“maunya di saf mana pak?” Tanya ku yang kurang berpengalaman melayani orang seperti mereka.
“terserah mas aja
deh, yang penting ada dua tempat kosong Untuk Pak mentri dengan anaknya”
Akhirnya akupun
mengambil sajadah dan meletakkannya di saf ke dua tepat di depan mimbar,
sebagai kapling agar tak diisi orang.
“Udah saya
sediain mas di saf ke dua”
“nanti mas aja
yang ngantering dia ke sana”
apwwwwwaaa?,
gak salah nih?. Jujur, seumur hidup aku belum pernah menjadi guide seorang penghuni Kabinet. Akhirnya ku lanjutlkan tugasku menyambut para jamaah Idul adha, sambil menunggu
kedatangan pak Menteri. Setelah mesjid sudah hamper penuh, barulah pak Gamawan Fauzi Menteri
Dalam Negeri datang. Aku langsung menemuinya dan mengantarkannya ke tempat yang sudah ku siapkan.
Satu persatu jamaah aku suruh untuk membuka sedikit jalan agar pundaknya tidak dilangkahi.
Ternyata banyak juga yang memperhatikan kami. Namun Baru beberapa langkah, Pak Gamawan berhenti dan memutuskan untuk duduk di area pojok saja.
“ayo pak”, ajak
ku untuk terus. Namun dia member isyarat bertanda enggan dan segan melewati
ramainya saf-saf. Dengan sedikit memaksa ku ajak lagi hingga ia akhirnya mau. Dan ini
pengalaman pertamaku memerintah seorang menteri loh. Sebelum acara ied
dimulai, kami
pun menyempatkan berbasa basi terlebih dahulu. Dan lagi-lagi ini pengalaman
pertamaku berbasa basi dengan seorang menteri.
Sering pula Andalusia
kedatangan penulis-penulis best seller, salah satunya adalah Muhammad Assad
dengan bukunya Notes From Qatar. Saat itu ia menjadi pembicara dalam sebuah talk show di
Auditorium Al-hamra, lantai dasar. Ia banyak membahas tentang dahsyatnya
sedekah. Pada sesi Tanya jawab akupun langsung bertanya,
“Yang manakah
lebih utama, bersedekah dengan jumlah yang besar atau bersedakah dengan
menggunakan barang yang kita cintai. Contohnya saya memiliki dua barang, yang
satu adalah hape jadul murah namun sangat saya saying karena memiliki nilai
historis dan yang satunya lagi adalah ipad yang mahal namun bagi saya ipad ini
tidak ada apa apanya jika di bandingkan dengan hape jadul tadi. Nah…”
Belum sempat ku lanjutkan, para audience
langsung riuh,”ciiiieeeeeeee”
Mungkin terdengar blagu'. Mana mungkin anak muda kere' _ditengah tengah kaum hedonis_ lebih memilih hp jadul dibanding Ipad.
“Yang manakah
yang lebih utama untuk disedekahkan?”, Lanjutku setelah kedaan
mulai tenang.
Menanggapi pertanyaanku, Bang Assad malah balik bertanya