Oleh:
Ilham
Mansur (1115.237)
Husnul Khotimah Machnun (1115.039)
M. Albilaluddin (1216.325)
Husnul Khotimah Machnun (1115.039)
M. Albilaluddin (1216.325)
Kemajuan
perekonomian di bidang industri, di samping memberikan kesejahteraan kepada
manusia tanpa disadari juga memberikan dampak negatif kepada alam.
Perindustrian hanya memikirkan bagaimana mendapatkan laba sebesar-besarnya
tanpa ikut andil dalam pelestarian lingkungan. Akibatnya muncul
permasalahan-permasalahan global dalam pencemaran udara yakni perubahan iklim,
naiknya suhu bumi yang
disebabkan oleh gas rumah kaca dan permasalahan global lainnya. Ada nuansa kebimbangan, terutama dalam menghadapi permasalahan ekonomi dan ekologi, di satu sisi manusisa ingin makmur secara ekonomi yang dalam kenyataannya merusak kelestarian lingkuangan, namun pada sisi lain tidak ingin mendapati alam menjadi rusak.
disebabkan oleh gas rumah kaca dan permasalahan global lainnya. Ada nuansa kebimbangan, terutama dalam menghadapi permasalahan ekonomi dan ekologi, di satu sisi manusisa ingin makmur secara ekonomi yang dalam kenyataannya merusak kelestarian lingkuangan, namun pada sisi lain tidak ingin mendapati alam menjadi rusak.
Permasalahan
global itu menjadi keprihatinan dunia internasional, jika perubahan iklim
timbul dari hubungan sebab akibat antara efek rumah kaca dan pemanasan global,
maka keberlanjutan industri merupakan hubungan sebab akibat antara para pelaku
industri (pengusaha) dan lingkungan. Maka muncul gerakan mencintai lingkungan
untuk menjaga kelestarian lingkungan alam. Gerakan mencintai lingkungan alam
mulai marak di lakukan dimana-dimana dalam aneka bentuk kegiatan yang beragam.
Gerakan kembali ke alam, “back to nature” ini muncul dengan istilah green
economy.
Perspektif
konvensional tentang Green Economy
Menurut
Badan PBB untuk Program Lingkungan Hidup, UNEP (United Nations Environment
Programme), dalam laporannya yang berjudul Towards a Green Economy
mendefinisikan bahwa Green Economy atau Ekonomi Hijau adalah ekonomi yang mampu
maningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi Hijau ingin
menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan
kelangkaan sumber daya alam. Simpelnya, Ekonomi Hijau diartikan sebagai
perekonomian yang rendah karbon, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Ada
tiga hal yang diperhatikan dalam Green Economy, pertama adalah low carbon, ekonomi
rendah karbon, karbon dioksida yang dihasilkan industri menyebabkan pemanasan
global. Singkatnya, perekonomian yang rendah karbon adalah perekonomian yang
tidak menghasilkan emisi dan pencemaran lingkungan. Kedua resource efficient,
hemat sumber daya, seperti air, hutan, angin dan lain sebagainya, maka ekonomi
hijau adalah yang efisien penggunaan sumber daya alamnya. Hal ketiga yang
diperhatikan dalam konsep green conomy adalah socially inclusive,
berkeadilan sosial, yaitu ekonomi yang berpihak pada orang kebanyakan.
Green Economy menjadi paham
yang kini sedang coba diterapkan di dunia. Paham ekonomi ini menggabungkan
antara keseimbangan kesejahteraan dan sosial manusia dengan mengurangi resiko
lingkungan dan kelangkaan ekologi secara signifikan.
Prinsip Ekonomi
Hijau dalam gagasan cendekiawan muslim
Prinsip
dari ekonomi hijau yang marak didengung-dengungkan selama ini sebenarnya telah
digagas oleh para cendekiawan muslim sekitar delapan abad yang lalu berdasarkan
Al-qur’an dan Hadist. Yang mana prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan istilah
Maqashid Syariah.
Konsep
maqashid al-Syari’ah telah dimulai dari masa Imam Haramain dan Imam al-Ghazali
kemudian disusun secara sistematis oleh seorang ahli ushul fiqih
bermadzhab Maliki dari Granada (Spanyol), yaitu Imam al-Syatibi (w. 790 H).
Menurut al-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan
kemaslahatan hamba (mashalih al-‘ibad), baik di dunia maupun di akhirat.
Kemaslahatan inilah, dalam pandangan beliau yang menjadi maqashid
al-Syari’ah.
Substansi
dari ekonomi hijau itu sendiri terdapat pada konsep Maqashid Syariah yang
sangat menekankan kemaslahatan. Menurut al-Syaitibi mashlahat ini mengacu
kepada pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Lima pemeliharaan ini menjadi ruh dari ekonomi hijau di
masa lalu.
Pertama, pemeliharaan agama (Hifzhu
ad-din). Semua cendekiawan muslim sepakat bahwa agamalah yang harus diutamakan
setiap kali menetapkan hukum.
Agama
yang dimaksud tentunya agama islam itu sendiri. Alasan mengapa agam islam itu
harus dipelihara, karena Agama yang paling hijau atau paling memperhatikan
lingkungan bumi ini adalah Islam. Sebagaimana dalam buku yang berjudul “Green Deen”
ini, Ibrahim Abdul Matin, seorang muslim warga Negara AS, mengatakan
on among Muslims and anyone else concerned about saving the Earth.
This lens encompasses a variety of principles – the Oneness of creation,
stewardship of the planet and the trust that comes with it, justice, balance,
and the signs of God. All of these principles point to the same well-kept
secret: that Islam teaches a deep love of the planet, because loving the planet
means loving ourselves and loving our Creator.
Rasululullah juga pernah bersabda “Ju’ilat al-ardhu kulluha masjidan,” seluruh bumi dijadikan masjid. Dalam pandangan Ibrahim Abdul Matin hadist tersebut tidak
hanya menerangkan bahwa kita boleh mengerjakan shalat di tempat mana pun yang
bersih dan suci, namun ada pesan tersirat untuk memelihara alam. Dengan Kata
lain memelihara agam Islam merupakan refleksi dari pemeliharaan lingkungan itu
sendiri.
Kedua, Pemeliharaan jiwa (Hifdzu an-nafs). Ialah memelihara hak untuk hidup secara terhormat dan memelihara
jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, berupa pembunuhan, pemotongan
anggota badan maupun tindakan melukai. (Prof. Abu Zahra: 2008) Islam tentunya
sangat menjunjung tinggi jiwa manusia.sehingga dalam kegiatan apapun termasuk
ekonomi, keselamatan jiwa perlu diutamakan.
Dari
definisi UNEP, ekonomi hijau tak hanya berhubungan dengan lingkungan namun juga
kesejahteraan sosial masyarakat. Di sini sebenarnya ada timbal balik antara
jiwa manusia dan lingkungan itu sendiri.
Sebagai contoh pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa
industri sering kali membahayakan jiwa manusia.
Perusahaan
yang mengaplikasikan maqashid Syariah tidak hanya mengandalkan green washing
saja, sebagai penghapus dosa atau citra buruknya di masyarakat. Namun Ia akan
melakukan tindakan preventif karena benar-benar merasa bertanggung jawab atas
jiwa setiap manusia.
Ketiga, Pemeliharaan akal (Hifdzu al-aql). Lingkungan yang sehat sering kali membantu manusia untuk berpikir
jernih dan positif. Di sinilaih industri yang go green berperan dalam
menciptakan suasana yang tidak mengganggu akal pikiran masyarakat. Pemeliharaan
akal ini juga seringkali diterapkan dengan berbagai cara seperti penyediaan
beasiswa untuk pelajar-pelajar berprestasi, mengadakan kompetisi dalam pengembangan
potensi atau juga menerima company visit
yang dilakukan oleh pelajar pada pabrik-pabrik untuk research.
Keempat, Pemeliharaan keturunan (Hifdzul an-nasl). Penggunaan sumber daya yang efisien dalam konsep green economy
sudah dibahas dalam maqoshid syariah. Penggunaan sumber daya yang hemat erat
kaitannya dengan pemeliharaan keturunan. Dimana keefisienan penggunaan sumber
daya memberikan lahan bagi generasi yang akan datang untuk dapat memanfaatkan
sumber daya. Ada sebuah hadits yang artinya,
”Jika
engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar, padahal engkau masih menanam bibit
kurma, maka janganlah engaku tergesa-gesa memperbaikinya, karena masih ada
kehidupan manusia setelah itu“ (Diriwayatkan oleh Abu Dawud
Al-Anshari).
Dari
hadist tersebut kita dapat mengetahui bahwa Ekonomi Islam tidak hanya bertujuan
untuk memikirkan kemaslahatan generasi saat ini, namun juga generasi yang akan
datang. Perusahaan industry maupun pelaku ekonomi lainnya seharusnya selalu
memikirkan dampak jangka panjang atas segala perbuatannya.
Kelima, Pemeliharaan harta (Hifdzu al-maal) . Ekonomi yang sehat selalu menghasilkan profit dengan jalan yang
benar. Serta mencegah kegiatan ekonomi yang dapat menodai harta pribadi maupun
harta orang lain seperti Tadlis, Gharar, Riba dan lainnya.
Dalam
urutan khamsah kulliyah (lima pemeliharaan). Mayoritas ulama sepakat
menempatkan harta di urutan terakhir. Hal ini berbeda dengan konsep triple bottom line yang menempatkan
profit pada urutan pertama. Di sinilah perbedaan konsep green ekonomi yang
dikendarai ekonomi konvensional dengan konsep maqashid syariah ekonomi Islam. Jika
ekonomi konvensioanl bersifat profit oriented, maka Ekonomi Islam bersifat
falah oriented.
Dari
penjelasan kelima pemeliharaan tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa Prinsip, low
carbon pada dasarnya searah dengan Pemeliharaan jiwa dan akal. Prinsip Resource
efficient juga searah dengan pemeliharaan keturunan dan harta. Serta prinsip
Socially inclussive terdapat pada semua kelima pemeliharaan dalam konsep
maqashid syariah. Maka jelaslah bahwa kegiatan green economy yang sebenarnya
adalah kegiatan ekonomi yang mengedepankan pemeliharaan terhadap agama, jiwa,
akal, harta, keturunan, dan harta. Bahkan Yusuf Qardhawi menjelaskan dalam Ri’ayah al-Bi’ah fiy
Syari’ah al-Islam (2001), bahwa memelihara lingkungan sama halnya dengan
menjaga lima tujuan dasar Islam (maqashid al-syari’ah). Sebab, kelima tujuan dasar tersebut bisa terejawantah jika
lingkungan dan alam semesta mendukungnya. Karena itu, memelihara lingkungan
sama hukumnya dengan maqashid al-syari’ah. ( Yusuf Qardhawi: 2002). Dan
satu-satunya konsep ekonomi yang memiliki nilai-nilai maqashid syariah adalah
ekonomi islam. Maka jelaslah bahwa ekonomi hijau yang sebenarnya terefleksi
pada ekonomi islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Syatiby, al-Muwafaqat
fi Ushul al- Syari’ah, (Kairo: Mustafa Muhammad, t.th.), jilid III, h. 47
Qardhawi, Yusuf. Ri’ayah al-Biah fi al-Syari’ah al-Islam
diterjemahkan oleh Abdullah Hakam Shah dengan judul “Islam Agama Ramah
Lingkungan”. Cet I; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002
Zahrah, Muhammad Abu, Prof. 2008. Ushul Fiqih. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
United Nations
Environment Programme. 2011. Toward a Gren Economy. France.
United Nations
Environment Programme. 2008. Green Jobs: Towards Decent Work in A
Sustainable, Low-carbon World. Nairobi. 2008
Matin, Ibrahim
Abdul. 2010. Green Deen: What Islam Theaches about Protecting The Planet.
Sanfrancisco: Berrett-Koehler Publisher.
___________________________________________________
Meski memiliki banyak celah-celah kekurangan, Essay ini berhasil lolos dalam babak penyisihan Temu Ilmiah Regional se- JABODETABEK di Universitas Gunadarma. heheheheh