Hanya
secangkir kopi yang menemaniku pagi ini. Biasanya Aku ditemani si Udin. Namun
sejak pertengkaran kemarin, batang hidungnya belum juga muncul. Iri juga
rasanya ketika ku perhatikan setiap meja dipenuhi mahasiswa yang sedang
menikmati obrolan bersama golongannya masing-masing.
Dan
kesendirian ini semakin membuatku jengkel dengan kedatangan David, Mahasiswa
yang kemarin mempermalukanku dan Udin di depan mahasiswa lain. Ingin ku
daratkan pukulan ke wajahnya. Namun hal
itu kutahan mengingat ayahnya adalah seorang rektor yang memberikanku beasiswa
di kampus bergengsi seperti ini. Sejenak Ia melihatku dan sepertinya bakal
berulah lagi.
“Hei,
semuanya!! Ada yang tahu berita kemarin gak?”, suara David tertuju pada
sekelompok Mahasiswa yang sudah memenuhi
meja tongkrongannya. Begitu jelas dan terkesan sengaja di buat-buat.
“Berita
anggaran toilet DPR itu bukan?”, salah satu dari mereka menebak.
“Bukan, itu sih
biasa terjadi di negeri ini”
“Konser perdana
BOY BAND ngetop itu? Iya gak”, yang lain ikut menebak.
“Yeee, berita
kayak gitu sih,konsumsinya para ABABIL. Kalian ini pura-pura bego atau gimana
sih? Itu tu, anak-anak Makassar tawuran lagi”.
“Oowww”,
suara-suara lain langsung menanggapi dengan serempak diikuti dengan cekikikan
yang seolah-olah itu adalah hal yang lucu. Meski berusaha untuk tidak ku
perhatikan. Namun pandangan mereka jelas terasa tertuju pada ku.
Berita
itu, Aku juga tahu. Heran, Sedih, kecewa, semua rasanya bercampur saat menonton
berita tawuran Mahasiswa yang berakhir dengan kematian salah satu mahasiswa.
Sebagai Mahasiswa Bugis perantauan, akulah yang jadi korban imej di tanah orang.