Sunday 13 October 2013

Pakaianmu, Identitasmu. Oh ya?


Rancho            : Hei, dengar. Sekolah tidak perlu membayar. Hanya perlu seragam dan seragam. Sekolah manapun yang kau inginkan, pakailah seragam mereka. Duduklah dengan manis di kelas.Siapa yang akan perhatian dengan orang sebanyak itu?
Milimeter         :  Bagaimana jika ketahuan?
Rancho        : Jika ketahuan, maka gantilah seragam, pindah sekolah. Beres.
 
Demikian percakapan unik antara Rancho dan Milimeter Pada Film bollywood 3 idiot (#senyum-senyum sendiri kalau mengingatnya).
     Ternyata, selain sebagai pelindung dan perhiasan. Fungsi pakaian juga terkadang menjadi simbol identitas.
Kita mungkin langsung bisa membedakan antara anak hip-hop dan anak punk dari pakaiannya. Kita bisa membedakan partai dari kaos seragam kampanyenya. Anda bisa mengetahui agama seseorang dari pakaian ibadahnya. Bahkan dengan pakaian, status sosial seseorang bisa diidentifikasi. (#Pakaian juga bukan hanya berbicara tentang baju dan celana, namun juga mencakup apa yang kita pakai dan terlekat pada diri seperti sepatu, kacamata, jam tangan dan aksesoris-aksesoris lainnya).
     Clothes  make the man, demikian sebuah lelucon yang di utarakan Mr. Mark Twain. oleh karena itu, Jika anda ingin jadi raja maka pakailah jubah dan mahkota layaknya raja. Jika Anda ingin jadi prajurit maka pakailah baju zirah. Ingin jadi Kiyai belilah gamis dan sorban.   
     Pakaian bisa memberikan pengaruh psikologis terhadap tanggapan seseorang yang melihatnya. Bahkan Status sosial seseorang  kadang tercermin dari cara berpakaian. Contohnya Yang rapi dan berdasi dianggap terhormat. Dan yang lusuh compang camping dianggap hina dina nista.(#itu sih pandangan umum).
     Mereka yang mengejar pengakuan dan status sosial dalam sebuah komunitas akan berusaha memperbaiki perilaku, pakaian dan penampilannya. Karena dampak psikologisnya tidak hanya pada orang yang melihat, namun juga akan berimbas ke kita si pemakai. Pandangan orang terkadang berpengaruh pada kepercayaan diri kita. Anda menghadiri acara keagamaan, namun anda berpakaian prom night party. Tentunya orang-orang akan memperhatikan anda bahkan mungkin tak sedikit yang berbisik-bisik. Ketika menyadari hal itu bagaimana mungkin anda tidak grogi. Kecuali anda memang orang yang over confidence.
     Menyadari pentingnya pakaian sebagai simbol identitas seseorang, beberapa kalangan memanfaatkannya dengan melakukan manipulasi. Motifnya pun berbeda-beda, ada karena urusan jodoh, sosialisasi di masyarakat, kepentingan karir, bahkan hingga kriminal penipuan. Kahlil gibran pernah menggambarkannya dengan sastranya.   


suatu hari keindahan dan keburukan bertemu di tepi pantai. masing-masing berkata satu sama lain, "apakah engkau bisa berenang?"
Selanjutnya, mereka melepaskan baju, lalu menerobos gelombang. Tidak lama kemudian, keburukan kembali ke tepi dan mengenakan baju keindahan, lalu pergi.
Keindahan juga datang dari laut. Setibanya di tepi ia tidak mendapatkan bajunya.Ia tentu sangat malu bila tetap telanjang. Karena itu iapun mengenakan baju keburuka, lalu pergi.
sejak hari itu, laki-laki dan perempuan kerapa kali keliru ketika bertemu untuk saling mengenal.

Jika sudah demikian apakah pakaian masih bisa dijadikan acuan penilaian?.
 
   Pada kenyaaannya begitu banyak orang yang terjebak dalam Perangkap estetika gaya hidup?
Justin bieber, mendengar namanya. Kaula mudi bisa jingkrak-jingkrak setengah mati (#dari kaula muda juga ada tuh).  Dan tahukah anda ? Justin Bieber rela merogoh kocek sebesar S$750 atau sekitar Rp6,8 juta setiap kali gunting. (#kalo buat anak kosan, segitu bisa jadi biaya hidup 1 semester bo’).
   Mangapa orang saking segitunya terdorong untuk memperbaiki penampilannya?.
     Ada sebuah teori menarik dari Abraham Maslow. Bahwa manusia memiliki kebutuhan lain setelah sandang, pangan dan papan. Ia membaginya dengan membentuk piramida hirarki kebutuhan yang terdiri dari 5 tingkatan.
1.    Kebutuhan fisik untuk bertahan hidup (sandang pangan papan)
2.    Kebutuhan akan keamanan (perlindungan, kesehatan dan rasa aman)
3. Kebutuhan untuk bersosialisasi (berkeluarga,persahabatan, kasih sayang, merasa bagian dari sesuatu, penerimaan)
4.    Kebutuhan akan penghargaan (pengakuan, status sosial, penghormatan)
5.    Kebutuhan untuk mengaktualisasikan potensi diri.
     (#wah, ini pembahasannya 3 SKS nih kalo di kampus). Rasanya, Kami tak perlu membahas seluruh tingkatannya. Coba lihat tingkatan yang ke 3 dan 4. Secara psikologis, manusia butuh penghargaan dan penerimaan. Hal itu bisa berupa pujian, persahabatan dalam komunitas, pengakuan, kasih sayang dari orang spesial atau sekedar dianggap penting di masyarakat. Untuk mendapatkan itu semua, orang memaksimalkan dan memperbaiki citra mereka di mata orang.  Sebagian dari mereka ada juga yang menjadikan hal seperti ini menjadi ambisi pribadi. Sehingga apapun dilakukan demi mancapai kepuasan.
 
"Fashion, sebagian orang masih belajar. Sebagian orang memanipulasi. Sebagian lagi memaksakan diri. Tapi saya, terlahir dengannya",
Ichwan Thoha.
     Memang sudah seharusnya orang memperbaiki penampilan. Namun itu semua jangan sampai mendekati kepalsuan. Memanipulasi penampilan diri sendiri agar dipandang tinggi. Hingga memaksakan diri. Beberapa rela mengurangi uang makan demi sebuah gaya dan penampilan. (#hemat sekaligus diet gitu).Dan begitu banyak orang yang miskin gara-gara ingin sekali terlihat kaya. Hushh.
    Ada yang lucu. Kitalah yang seharusnya menguasai fashion, bukannya fashion yang menguasai kita. (#gak lucu yah ?).
     Di samping itu semua, ada yang lebih penting di banding penampilan luar itu sendiri. Kesibukan mengurusi penampakan luar, membuat kita mengabaikan hal-hal  dalam yang lebih penting. Hati, itulah yang sebenarnya diurusi dan diperindah terlebih dahulu. karena hati jernih memancarkan aurah bening tersendiri.
     Tak kita sadari, hati ini telah berkarat. Kapan terakhir kali kita menggosok-gosoknya dengan mengingat kematian. Sudah berapa lama kita mengabaikannya hingga keruh dan tak peka lagi terhadap hal-hal yang berbau busuk.
Comments
0 Comments